Wednesday, April 18, 2007

still in action!!


ini gambar saya ambil waktu proses pemanjatan tebing tritis dari ground to pitch 1. sekitar 25 meteran. ewin (yang cuma kelihatan separuh badannya itu) sebagai leader awal. yah, lumayan mulus sih. tanpa gambling tim bisa sampai di pitch 1

lagi musyang


rehat sejenak waktu pelaksanaan musyawarah anggota himpunan mahasiswa teknik pencinta alam (HIMAKPA) tahun 1999... saya masuk dalam kandidat ketua bareng temen seangkatan ibach (bachtiar) dan senior saya, jepang (bambang wahyudi)... kalah suara dari ibach yang akhirnya terpilih jadi ketua.... but its no problem.... :)

di coban talun


di coban talun tahun 1999. lagi ngediklat anggota muda HIMAKPA yang naik status jadi anggota biasa.
ini merupakan proses regenerasi yang dijalankan di organisasi HIMAKPA ITN Malang.

usai menjalani diklatsar dan menyandang status anggota muda, para anggota biasanya menempuh waktu pengembaraan selama setahun. setelah dianggap layak, akan mengikuti diklat lanjutan kenaikan status. ada beberapa materi yang diberikan kembali dalamdiklat lanjutan di organisasi HIMAKPA. seperti gunung hutan - peta kompas, kemampuan memanjat, arung jeram dan kemampuan bertahan diri di alam terbuka, survival gituuu...

..with mom


saya lagi pose bareng alm. ibu, teman dan temannya alm ibu di apron bandara kijang... kelihatan lusuh ya... soalnya memang habis main panas-panasan bareng temen saya si endi (yang pake baju superman). backgroundnya alm. pesawat sempati dengan logo lamanya yang didominasi warna merah putih dan biru.....

mejeng di runway


lagi JJS di runway bandara kijang tanjung pinang awal-awal tahun 80-an.... saya masih berumur sekitar 5 atau 6 tahunan gitu.. bareng alm. ibu tercinta dan adik saya, pungki... yang ngambil foto bapak (makanya gak kelihatan)

santai di melur


gambar bapak, inggar, caca dan didid lagi santai waktu jalan-jalan ke pantai melur tahun 2000. saya gak ikut... soalnya masih di malang, he he he.... yang ngambil foto si pungki....

no... no... they are not really ghost..... mereka adik-adik saya (inggar dan caca) yang bertingkah seperti hantu. foto diambil tahun 1993...

pray to God...


berdoa bersama sebelum memulai pemanjatan tebing besar tritis (big wall) di tulungangung jawa timur tahun 1999. saya sebagai pemimpin ekspedisi. yang kelihatan serius berdoa adalah tim panjat inti. sementara yang kelihatan cengengesan, tim suply yang tugasnya mempersiapkan perlengkapan pemanjatan. jadi wajar-lah kalo doanya separuh-separuh.... gak bakal takut jatuh sih soalnya memang ga manjat....

oh ya, tebing tritis adalah tebing dengan ketinggian sekitar 420 meter dpl. bayangin aja setinggi-tingginya tebing, seluruhnya merupakan gunung batu. untuk proses pemanjatan itu, kami melakukan survey lokasi satu harian penuh sebelum memutuskan jalur yang akan dipanjat.

tukang insinyur!!!



ini saya saat diwisuda sebagai tukang insinyur dari institut teknologi nasional malang.... foto diambil bulan november tahun 2000. bapak dan adik saya pungki mengapit keberhasilan saya meraih sarjana.... horeeee....

Friday, April 13, 2007

Kerja

Sebagian rekan yang saya tanyakan soal motivasi kerja, ada yang menjawab karena tuntutan perut dan demi tetap mengepulnya asap dapur di rumah. Yang lain menjawab termotivasi karena bidang kerja yang digeluti adalah impian dan cita-cita sejak kecil. Ada juga yang menganggap termotivasi bekerja untuk sebuah kejayaan (glory), kemakmuran serta untuk mendapatkan peringkat social yang tinggi di masyarakat. itu di luar materi yang dianggap sudah menjadi hal rutin yang seharusnya diperoleh sebagai bentuk apresiasi terhadap kerja yang dilakukan.

Lelaki dewasa identik sebagai tulang punggung bagi keluarganya. Ia pemimpin, kepala keluarga dan sumber pendapatan. Hal tersebut berlaku umum walau pada kenyataannya kita juga mendapati lelaki yang hanya bisa berlindung di balik ketiak istri. Lelaki yang memposisikan diri sebagai “bapak rumah tangga” yang baik. Segala dan apa-apa-nya bergantung pada istri yang begitu digdaya memimpin rumah tangga. Tapi untuk sementara, golongan yang ini kita abaikan saja dulu.

Seorang (maaf, red) pria tukang sampah di jalan, menjalani pekerjaannya karena tuntutan perut dirinya sendiri dan juga keluarga di rumah. Saya berani jamin, jika ada survey atau jajak pendapat dilakukan terhadap mereka, tidak ada satupun tukang sampah yang menghendaki pekerjaannya itu. Tapi mereka melakukannya sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kehidupan yang dijalaninya. Kalau disuruh memilih, atau mendengarkan tuturan cita-citanya saat masih kecil, banyak yang memilih pos pekerjaan yang lebih bergengsi dari sekedar tukang sampah. Tapi itulah hidup. Kadang kita harus melakoni sesuatu hal bukan karena kesenangan atau pilihan hati. Tapi karena kondisi dan realita yang dihadapi. Kondisi yang sama juga banyak terjadi pada orang-orang pekerja malam yang terpaksa harus membalik-balikkan jam hidup biologis normalnya hanya demi untuk mendapatkan perut tetap terisi dan menjamin asap dapur di rumah terus mengepul! Saya masukkan mereka di golongan pertama dari lead tulisan saya ini.

Golongan pertama tidak hanya untuk mereka yang berasal dari kasta pekerjaan rendahan saja. Banyak juga contoh yang kita temui, secara level pekerjaan seorang pria duduk dalam posisi jabatan yang cukup bergengsi. Tapi mereka menjalaninya datar-datar saja. Berangkat kerja di pagi hari, kemudian sibuk dengan aktifitas pekerjaan, istrirahat siang, melanjutkan kembali sisa kerja dan pulang ke rumah. Akhir bulan, mendapat apresiasi dari pekerjaan yang dilakukan selama satu bulan dalam bentuk gaji. Semuanya terlihat mengalir sebagai sebuah siklus yang berulang. Beberapa rekan dan relasi yang sempat saya amati demikian, biasanya memiliki karakteristik enjoy dan santai dalam menjalani pekerjaan, rutinitas dan kehidupannya. Mereka orang adalah orang-orang yang mengganggap kehidupan sebagai sebuah bagian yang seharusnya dinikmati, sesulit apapun itu!!

Oh ya, saya punya seorang rekan. Rekan sedari kecil yang tumbuh bersama, sekolah sama-sama dan kini menjadi seorang arsitek. Ini impiannya sejak kecil!!. Mata pelajaran sejarah dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) boleh jeblok saban pembagian raport. Tapi tidak untuk mata pelajaran menggambar.

Kami selalu bersama kecuali saat kuliah. Ia lebih memilih pisah dari saya demi untuk mengejar kuliah di jurusan arsitektur. Bertemu kembali enam tahun lalu saat sudah sama-sama bekerja. Ia ternyata tetap keukeuh dengan impiannya dan jadi seorang arsitek. Apa yang terjadi? Kesenangannya yang luar biasa terhadap bidang pekerjaan itu malah sering membuatnya lupa waktu. Jam kerja tidak menjadi batasan baginya untuk beraktifitas menyelesaikan tanggung jawab pekerjaannya. Job kerja yang digeluti jadi hal yang begitu dicintai. It’s a workaholic!!

Anda punya rekan seorang legislator? Ini juga jenis pekerjaan. Pekerjaan politis, prestisius bagi sebagian kalangan dan tentunya juga terhormat!!. Orang-orang yang duduk di sana notabene merupakan wakil rakyat. Apa sih motivasi mereka menggeluti dunia atau bidang pekerjaan tersebut? Ada yang bilang karena kejayaan. It’s a prestisus job. Ini job pekerjaan terhormat. Coba saja simak potongan syair iwan fals soal legislator …wakil rakyar kumpulan orang hebat…

Atau mungkin anda punya teman pengusaha atau paling tidak wiraswastawan kecil-kecilan? Mengutip Jaya Setiabudi (entrepreneur, red) :

“kalau mau jadi kaya jangan jadi karyawan. Tapi jadilah pengusaha”.

Jelaskan motivasinya? Kira-kira anda masuk di kategori pria dengan motivasi kerja yang bagaimana? (bintoro suryo)

Contact Person :
email : noe_saja@yahoo.co.id



Posesif

Jika survey atau jajak pendapat dilakukan terhadap kalangan wanita soal pria posesif, kira-kira apa jawabannya? Jujur, saya tidak bisa memberi gambaran yang pasti soal itu. Masalahnya, saya laki-laki. Jawaban yang saya berikan mungkin malah bisa jadi rancu atau berat sebelah.

Yang tau pasti tentu wanita. Termasuk sikap-sikap mereka jika menghadapi pria berprilaku posesif. Gimana sih punya pasangan posesif? Sebagian wanita yang pernah saya ajak ngobrol ringan soal itu mengatakan, pria posesif cukup menjemukan. Nah lho! Tapi ini tentu bukan jawaban final. Yang saya ajak ngobrol juga baru beberapa orang. Sangat jauh untuk men-general-kan sebagai jawaban kalangan wanita pada umumnya.


Omong-omong soal posesif, saya punya cerita. Sebenarnya cukup tabu kalau harus diungkap di sini. Tapi memandang sebagai sharing dan tukar info, saya rasa nggak ada salahnya. Untuk secret-nya saya sebut saja sang teman sebagai Ardi. Ya Ardi, tentu bukan nama sebenarnya. Nah si ardi ini punya pasangan. Perempuan tentunya. Umur hampir-hampir sebaya. Cuma beda bulan lahirnya saja.

Sekedar intro, kekasih ardi yang kita sebut saja wulan merupakan tambatan hatinya yang kesekian kali. Sebelumnya teman saya ini sudah berkali-kali menjalin hubungan mesra dengan beberapa wanita. Ujung-ujungnya selalu sama. Kisah cinta selalu berakhir duka. Yang terakhir sebelum bertemu wulan, ardi harus rela ditinggal married pasangannya gara-gara lambat menentukan sikap soal masa depan hubungan mereka. Pasangannya keburu dikejar deadline nikah oleh ortu. Ujung-ujungnya roman siti nurbaya yang berbicara. Sang pujaan hati dijodohkan dengan pria lain yang diangap lebih mapan dan memiliki sikap hidup soal masa depan yang lebih jelas ketimbang ardi, si teman saya itu.

Cerita berlanjut ketika ardi bertemu wulan. Gadis kesekian dalam daftar panjang kisah asmaranya. Dengan wulan, ardi rasanya sudah “habis-habisan”. Maksudnya bukan habis-habisan mengelurkan modal material untuk mendapatkan hati sang pujaan, bukan! Tapi habis-habisan mencurahkan perhatian dan rasa sayang.

“Ini yang terakhir”, katanya pada saya suatu ketika.

Pokoknya the one and only. Tapi yang terjadi kemudian, karena dasar pengalaman masa lalunya, ardi jadi begitu dominan mempertahankan hubungan mereka. Sampai-sampai sorot pandang rekan sekerja wulan saja bisa memicu pertikaian dalam hubungan mereka. Bagi ardi, wulan adalah miliknya dan tidak ada yang lain bisa memilikinya kecuali dia. Perubahan drastic dalam pola pikir teman saya itu malah membuatnya jadi sering-sering bermasalah dalam hubungan. Hampir tiap minggu ada-ada saja yang membuat pertikaian harus terjadi. kalau sudah begitu, jangan harap keluar kata-kata “sayang”. Hal itu masih diperparah dengan hubungan jarak jauh yang dijalani keduanya. Mereka hanya punya waktu seminggu sekali untuk melepas kangen. Tapi kalau sudah bertengkar, frekuensi ketemuannya bisa dipastikan makin lama lagi.

Ujung-ujung dari cerita saya paling sudah bisa ditebak. Ya, mereka pisah!! Nggak ada lagi yang bisa dijadikan pertimbangan untuk melanggengkan hubungan, walaupun rasa cinta sebenarnya masih ada. Terlebih dalam hati teman saya itu. Tentu sakit dan pahit. Tapi semua sudah jadi bubur. Rasa memiliki yang terlalu dalam membawa keduanya tidak menemukan titik temu dari setiap perselisihan yang terjadi. Dan yang jelas, hubungan seperti itu hanya akan membawa ketidaknyamanan diantara keduanya. Yang ini berani saya simpulkan karena saya juga sempat terjerembab dengan kenyataan seperti itu. Hari-hari yang seharusnya bisa dilalui dengan manis dan indah, jadi berantakan hanya karena kecurigaan dan rasa memiliki yang terlalu dalam. Menyayangi dan mencintai wanita saya pikir tidak harus sama dengan menyayangi benda kesayangan seperti gelas kaca yang harus dijaga berlebihan karena takut pecah. (bintoro suryo)

Contact Person :
Email : noe_saja@yahoo.co.id


Setia

Karena kesetiaan, bisa-bisa seorang pria ditinggal pasangannya. Bukan karena mereka jadi bersikap terlalu posesif, bukan! Tapi ada yang menganggap pria setia cenderung membosankan. Hari-hari yang dijalani bersamanya jadi terlalu datar-datar saja. Apa iya begitu?


Wah, kalau benar seperti itu banyak dong yang memilih jadi pria hidung belang saja. Bisa gaet sana-sini. Minimal bisa ganti-ganti suasana selain tetap bisa memberikan hari-hari yang bergairah bagi pasangannya. Maaf sebelumnya, tapi tolong jangan jadikan lead tulisan saya di atas sebagai sebuah patokan dalam menjalani hubungan dengan pasangan anda. Jujur, ini murni terinspirasi dari sebuah tayangan film di televisi yang pernah saya tonton.


Di sana diceritakan tentang kehidupan seorang pengasuh kolom sebuah majalah pria yang mempunyai kisah cinta yang terlalu adem dengan pasangannya. Hampir seluruh hari-harinya dilalui dengan sangat datar. Bekerja, memberi waktu buat sang kekasih, istirahat. siklusnya begitu-begitu terus. Tanpa ada rasa cemburu apalagi keinginan untuk selingkuh atau menjalin hubungan dengan wanita lain. Baginya, the woman who has choice is the right. Not the way to do anything but for her.

Begitu sempurna, datar dan tanpa gejolak. Kondisi itu malah menciptakan kejenuhan yang lain bagi si wanita. Ia merasa kisah cintanya hambar. Tanpa bumbu apalagi cemburu dari sang pacar. Ia butuh suasana lain yang penuh gejolak. Sebuah problematika dalam suatu hubungan percintaan. Bisa ditebak yang terjadi kemudian. Si wanita meninggalkan si pria setia itu. Sang pria sedih tapi tetap yakin bahwa prinsip hidup yang dijalani soal kesetiaan dalam suatu hubungan adalah sebuah hal yang benar dan harus terus dipertahankan.

Waktu berlalu sampai akhirnya si pria bertemu dengan seorang wanita yang memiliki prinsip hubungan soal kesetiaan yang hampir sama. Yang beda Cuma job kerja. Si pria bekerja sebagai penulis di sebuah tabloid mingguan ibu kota. Si wanita adalah seorang penyiar radio beken, juga di ibukota. Alur menuju klimaks diceritakan bahwa masing-masing tidak yakin bahwa lawan jenis memiliki kesetiaan seperti yang dimiliki. Soalnya, keduanya memiliki track hubungan yang hampir sama. Ditinggalkan kekasih-kekasih mereka karena terlalu mengagungkan kesetiaan.

Kacaunya, kedua tokoh sebenarnya diceritakan mulai tertarik satu sama lain. Si pria sempat luluh karena rasa cinta. Sementara yang wanita kelihatan masih trauma dengan masa lalu. Ending klimaks diceritakan saat mereka menggelar debat terbuka soal kesetiaan. Mendadak mantan pacar si pria datang memberi kesaksian bahwa pria itu benar-benar merupakan sosok pria yang setia. Ia juga menyesalkan hubungannya yang putus karena menganggap pria setia membosankan. Kontan, si wanita jadi kelepek-kelepek dan ending-nya mereka jadian. Sebuah cerita yang romantis soal kesetiaan!!

Oh ya, cerita saya tadi tidak bermaksud menggiring anda untuk jadi pria setia kok. Jadi jangan takut tulisan ini mendoktrin anda, sama sekali tidak!! Jika anda bukan merupakan tipe pria setia, itu adalah urusan anda. Saya sebenarnya sedang mereka-reka saja, apa iya pria setia cenderung membosankan seperti yang saya tonton dalam cerita film itu? Bagaimana menurut anda? (bintoro suryo)

Contact Person :

email : noe_saja@yahoo.co.id



Wanita = Sex?

Saya sering mendengar guyonan ringan teman-teman. Kata mereka, kalau tiga lelaki muda atau lebih berkumpul dalam obrolan santai, tema-nya paling nggak jauh-jauh dari dua masalah : wanita dan sex.. keduanya jadi objek yang begitu menarik perhatian kaum lelaki.

Sampai hari ini, banyak lelaki yang tetap memegang teguh ujar-ujar lama bahwa wanita adalah sebuah makhluk yang indah. Makhluk yang diciptakan untuk dipuja, dicintai, disayangi. Jika perlu dengan mengorbankan jiwa dan raga sendiri. Hitung-hitung matematik memang sering nggak nyambung untuk urusan asmara dengan wanita. Demi wanita, lelaki bisa lose control, mengabaikan norma-norma yang dianggap baku. Termasuk juga melanggar norma yang jelas-jelas dilarang dalam agama.


Zaman sekarang ini apalagi di perkotaan, rasanya bukan barang yang asing lagi semisal mendapati rekan kerja atau tetangga di lingkungan tempat tinggal menerapkan prinsip hidup samen leven (kumpul kebo, red). Sebagian lingkungan ada yang memberi reaksi sebagai bentuk social control. Tapi banyak juga banyak yang bersikap acuh-acuh saja. Who’s care? Hidupmu adalah hidupmu, hidupku jangan diganggu.. Wow! Dampak perubahan zaman, globalisasi barat atau dekadensi moral? Penilaian ada pada anda sendiri.

Hampir dua puluh tahun lalu, sebuah majalah terkenal terbitan ibukota pernah menyebarkan sebuah polling tentang kemungkinan selingkuh bagi pria metro. Hasilnya walau kemudian menuai pro dan kontra,cukup mencengangkan : 2 dari 3 lelaki di perkotaan pernah selingkuh dengan wanita lain atau berpaling sejenak dari pasangannya! Waktu polling ramai dibicarakan sampai di-film-kan segala, saya masih SMP. Tapi, terbersit juga pertanyaan dalam kepala, bagaimana dengan ayah saya? Dia toh juga seorang lelaki.. beruntung kami sekeluarga tinggal di sebuah pulau yang masih sepi dan jauh dari hiruk pikuk gemerlap metropolitan, ya di Batam ini. Tambahan lagi, aktifitas kerja yang padat dan perhatian yang tinggi pada keluarga, sedikit banyak bisa meredakan desakan kekhawatiran saya.

Tapi, Batam hari ini sudah beda. Walau belum seheboh Jakarta misalnya, pulau ini sudah menjelma jadi kota metro juga. Penduduknya multi etnis. Bicara wanitanya, sudah ada banyak ragam di sini. Mau yang “menjurus-jurus” anda tinggal cari saja di pusat-pusat hiburan malam. “Stok”-nya cukup banyak kok. Soal harga bisa nego. Ini sudah jadi rahasia umum di masyarakat. Konsumennya? Ya jelas lelaki dong, karena yang ditawarkan birahi!! Takut penyakit? Masih ada pilihan lain. Seks dengan rekan kerja, istri teman, atasan atau bahkan dengan tetangga rumah yang notabene “lebih bersih”. Fenomena yang tabu tapi begitu “kelihatan” di depan mata kita. Seandainya majalah yang saya sebut tadi melakukan polling ulang di sini, bagaimana ya hasilnya?

Oh ya, itu hanya satu sisi. Dalam kacamata lelaki, di lain sisi kita juga melihat atau mungkin ikut terlibat dalam aksi kelompok-kelompok wanita yang giat menyuarakan tentang kesamaan hak, penolakan terhadap hal-hal yang sifatnya melecehkan atau merendahkan kaum wanita. Penolakan wanita sebagai objek penderita. Tapi ironisnya, paling tidak saya masih sering mendapati obrolan tentang tema wanita dan seks yang masih begitu menarik perhatian para pria untuk membahasnya. Entahlah, bagi saya wanita memang makhluk yang belum saya mengerti sepenuhnya. Yang pasti, mereka memang cukup indah untuk dipuja dan jadi bahan pembicaraan. (bintoro suryo)

Contact Person :
Email : noe_saja@yahoo.co.id



egois

Kalau baca judul kolom di atas, anak kecil juga bakal tahu. Kolom ini jelas untuk kaum lelaki. Kenapa saya nulis membatasi diri hanya untuk lelaki? Jawaban yang paling gampang mungkin karena saya seorang lelaki! Benar nggak sih lelaki itu makhluk yang paling egois?

Parameter pembandingnya jelas hanya satu, wanita. Bagi saya yang alhamdulillah masih lelaki tulen, jawabannya ya. Tentu ini subjektif karena saya memberi penilaian sementara saya ada dalam bagian itu. Tapi toh jaman sekarang yang namanya subjektif juga sah-sah saja.

Ambil contoh anggota DPR. Dari pusat hingga daerah tingkat satu dan dua. Isinya notabene kebanyakan lelaki. Memang sih, isu kesetaraan gender mulai menempatkan wanita di dalamnya. Tapi, prosentasenya masih kecil sekali, kalau nggak mau dibilang hampir nggak ada arti dibanding suara anggota yang lelaki.
Di DPR RI, mereka punya kewenangan membuat undang-undang. Di daerah tingkat satu dan dua punya taji bikin perda. Mereka meramu, menggodog rancangan undang-undang Atau rancangan perda-lah untuk yang lebih bawah. Karena label wakil rakyat, yang dibuat adalah dengan mengatasnamakan kepentingan masyarakat banyak. Padahal mereka sebenarnya juga bagian dari masyarakat banyak itu. Kemudian, mereka merumuskan hingga menjadi sebuah aturan baku. Rasanya masih ada bau-bau subjektif juga. Soalnya, nggak yakin deh kalau nggak ada sedikit pun ekses kepentingan pribadi di dalamnya,. Mereka toh masih bagian dari masyarakat itu sendiri yang nantinya juga bakal ikut menjalani aturan yang dibuat. Pasti ada timbang-timbang pribadi tentang kecocokan hati. katakanlah nurani menurut orang-orang politikus…
Saya sih nggak mengganggap itu sebuah dosa. Nggak sampai sejauh itu, karena rasa egois muncul dari sebuah proses alamiah yang lumrah. Lumrah kok karena lelaki masih manusia. Anggota DPR yang notabene kebanyakan lelaki, juga masih manusia..

Oh ya, masih soal egois. Saya pernah baca biografi ringkas tokoh kontroversi dunia, Adolf Hitler. Terus terang “beliau” bukan tokoh idola saya. Tapi ada sesuatu yang menggelitik rasa ingin tahu saya tentang kedigdayaan dan ketenarannya. Minimal, ia begitu dipuja oleh kaum NAZI-isme. Pun sampai puluhan tahun setelah kematiannya. Ke-aku-annya soal trah unggul bangsa Arya yang melebihi bangsa-bangsa mana pun di dunia, kebenciannya yang begitu dalam terhadap Yahudi atau cita-cita gilanya yang ingin jadi penakluk dunia, lahir dari dalam jiwanya. Dari rasa ke-aku-an seorang Adolf Hitler. Ia nggak begitu peduli dengan rasa kemanusiaan saat memutuskan membangun kamp-kamp konsentrasi sebagai “neraka” dunia bagi bangsa yahudi yang tertawan. Egois? Iya.

Sama dengan rasa egois lelaki pada umumnya pada saat ia terlecut untuk dapat mempertahankan apa yang dia yakini sebagai sebuah kebenaran. Rasanya nggak berlebihan jika saya menebak bahwa lelaki mana pun di dunia pernah berada pada situasi yang demikian. Cuma mungkin porsi dan latar belakangnya saja yang berbeda-beda. Dengan ke-aku-an yang kita miliki, kita berusaha mempertahankan kebenaran yang kita percayai walau kenyataannya, kebenarannya sendiri masih absurt yang tidak dapat kita pastikan sebagai yang hakiki kecuali kebenaran Tuhan. (bintoro suryo)

Contact Person :
email : noe_saja@yahoo.co.id



merintis jalur di lembah kera


merintis jalur baru di tebing lembah kera

gambar ini diambil tahun 1996. saya, tumpal manapul dan gundul merintis pembuatan jalur baru di tebing lembah kera kabupaten malang. teknik yang dipakai adalah artificial climbing. sebuah teknik pemanjatan yang menggunakan peralatan sebagai alat bantu untuk merintis jalur.

Dari ground to pitch 1, temen saya tumpal sebagai leader perintis jalur. saya sebagai belaying dan pembersih jalur. nah si gundul kebagian tugas sebagai "wisatawan lepas" (hi hi hi...) soalnya emang gak ada tugas spesifik untuk dia. awalnya memang saya dengan tumpal saja yang merencanakan membuat jalur ini. trus gundul ikut-ikutan. padahal ketrampilan manjatnya pas-pasan sekali. ya udah, kita jadiin dia man suply saja untuk bawa barang-barang keperluan pemanjatan.
dari pitch 2 ke top, saya ambil alih jadi leader perintis jalur. tuh jalur lumayan rawan. selain posisinya yang 90 derajat, sekitar 4 hingga 5 meter sebelum top merupakan sarangnya burung hantu.... hiii............

Nah, Itu yang kelihatan di gambar si gundul. kita tinggal sendirian di pitch 1. saya dan tumpal udah duluan ke pitch dua.

lagi rembug



rembug...

lagi rembug bareng temen-temen HIMAKPA di rumah Adi, jalan ciliwung no 32... kalau gak salah ingat rembug soal pelaksanaan acara kolosal upacara 17-an di puncak semeru, mahameru.... kenapa kolosal? soalnya, pesertanya datang dari seluruh penjuru indonesia... dan hebatnya, saban tahun HIMAKPA merupakan penyelenggaranya.... hidup HIMAKPA....

Tuesday, April 10, 2007

bermain dengan alam



ini liputan tentang gimana asyiknya bermain di alam... tapi sayang, alam yang sekarang sudah tidak bisa bebas lagi kita nikmati.. banyak yang sudah dikomersialisasi...

ultah barengan


 

waktu kecil, saya, abang dan adik saya punya kebiasaan lucu. ultah tiga kali setahun... jadi dapat kadonya ya tiga kali dalam setahun... kok bisa?... ya bisa, soalnya setiap ultah masing-masing selalu dianggap sebagai ulang tahun bersama. jadinya bapak dan ibu juga kudu nyiapin kado untuk kami bertiga. kalau nggak, biasanya salah satu dari kami akan ngambek. hadiahnya? ya seperti mobil-mobil balap yang keliatan dipajang.... punya saya yang warna abu-abu...

gambar ini diambil tahun 1984. sebenarnya merupakan perayaan ultah adik saya pungki, tanggal 21 mei. tapi saya menganggapnya juga sebagai ultah saya. walaupun sebenarnya ultah saya seminggu sebelumnya (14 mei). nah, abang saya itu ultahnya masih jauh (24 september). jadi ceritanya waktu mo diambil foto agak ngambek. makanya gak mau pakai bedak.... liat aja wajahnya jadi mengkilat.... hi hi hi...

di tepi pantai



Ini ceritanya lagi jalan-jalan bareng bapak, alm ibu, didid dan pungki di pinggir pantai kota tanjung pinang. kami selalu senang kalau diajak jalan-jalan seperti ini. jalan-jalannya naik vespa... biasanya, sebelum pulang, kami selalu mampir di akau (sebutan orang di tanjung pinang untuk pusat jajan serba ada dadakan yang buka di jalan-jalan protokol dari sore hingga malam hari, red)....

Gambar Bapak


Gambar bapak waktu masih aktif sebagai seorang air traffic controller di bandara kijang tanjung pinang.... foto diambil medio 70-an... saya lupa persisnya...

Kejar-kejaran

 
ini ceritanya kita  main kejar-kejaran... saya, abang saya, didid dan adik saya pungki keliling-keliling di vespa kebanggaan kami waktu itu... lokasinya di landasan bandara kijang..

kok bisa bebas bermain di landasan bandara? iya sih... dulu itu operasional bandara kijang cuma sampai jam 15.00. lewat jam itu, udah gak ada lagi traffic penerbangan. nah, kita-kita ini yang tinggal di komplek perumahan bandara biasanya suka menghabiskan waktu bermain-main di landasan waktu sore seperti ini...

Saturday, April 7, 2007

trio libels in action!!


Ini aku bareng abangku, Did dan adikku pungki.... kalo gak salah tahun 82 ato 83-an. aku lupa persisnya... lagi bergaya difoto di rumah tetangga sebelah (bude Theo)...
jaman dulu yang namanya foto itu ekslusif sekali... jadi bawaannya seneng kalo difoto. aku dan keluargaku masih tinggal di perumahan bandara kijang tanjung pinang..

this is my honey!!



this is my honey... her name is andriani susilawati...

bergaya di rawa embik gunung argopuro 1997



Ini di tahun 1997. lokasi di rawa embik pegunungan argopuro jawa timur. di ketinggian sekitar 2900-an meter dpl. lokasinya seperti di padang savana dengan tumbuhan-tumbuhan kecil seperti perdu. rawa embik merupakan tempat hidup komunitas seperti babi hutan, burung merak, rusa daan ayam hutan.

ada kejadian lucu nih. waktu saya lagi siap-siap untuk nampang berpose, di belakang saya tuh ada sekelompok babi hutan yang sedang bergerombol. mereka menatap saya dengan pandangan aneh. saya juga sebenarnya juga takut. takut diseruduk gitu... dan benar saja, begitu klik... tustel yang dipegang teman saya memancarkan blitz, itu gerombolan babi langsung bergerak menghampiri saya. kami yang berjumlah empat orang langsung lari terbirit-birit. mencoba mencari pohon-pohon yang tinggi untuk dipanjat. soalnya, kata orang babi kan gak bisa manjat. tapi sial.... tidak ada satu pun pohon yang tinggi. teman saya yang bernama iwan sintut (mungkin saking ketakutannya) langsung saja memanjat pohon sebesar tangan yang tingginya cuma sekitar 1,5 meteran.. ya.. kontan saja itu pohon pataah!!

kami ketawa tapi sambil terus berlari.... dan akhirnya, gerombolan babi hutan itu berhenti mengejar kami karena tertolong kedatangan seekor burung merak. babi-babi hutan itu langsung beralih mengejar sang burung merak..... selamet... selamet.... selamet.....

Friday, April 6, 2007

kampung kardus sei tering



Ini cerita tentang sebuah kampung bernama kampung sei tering di pinggiran kawasan industri tertua di batam. dulunya, lokasi ini adalah kampung tua... kok bisa jadi disebut kampung kardus??

ceritanya nih, dulu di tahun 1970 banyak karyawan dari perusahaan2 industri yang berlokasi di batu ampar tinggal di sini. mungkin, karena keterbatasan bahan material bangunan (mengingat kondisi batam yang masih begitu terpencil, red) atau mungkin juga karena keterbatasan finansial, warga di sini banyak yang membangun rumah dari bahan kardus. kardusnya didapat dari sisa-sisa hasil produksi perusahaan di kawasan batu ampar. jadilah terkenal daerah ini sebagai "kampung kardus". kampung kardus sekarang mulai terusik karena diincar investor.

imej narkoba dan gantungan hidup



cerita soal aktifitas dunia hiburan malam di batam kala ramadhan tiba. operasionalnya sering jadi protes banyak orang. orang yang protes, biasanya beralasan karena ingin menjaga kesucian ramadhan dari hal-hal yang berbau maksiat. di sini lain, kalangan hiburan beranggapan, mereka juga warganegara yang seharusnya juga bisa bebas berusaha. di lokasi hiburan banyak warga yang juga menggantungkan hidupnya.

nah, kalau harus tutup bagaimana... (itu kata kalangan pengusaha, red)...

Thursday, April 5, 2007

kugenggam tanganmu...



ditulis berdasarkan true story katanya...
really touched my heart

-Ia tak pernah melepaskan tanganku, dan aku pun tak akan melepaskan
genggamannya-

Aku dan istriku mulai berpacaran saat kami sama-sama kuliah di
universitas negeri di Jawa Tengah. Ia tergabung dalam kelompok
mahasiswa pencinta alam yang aktif mengadakan kegiatan outdoor,
seperti arung jeram, hiking atau mendaki gunung. Istriku adalah tipe
wanita yang tangguh, kuat dan gemar bertualang. Ia memiliki kulit
sawo matang, tubuh atletis, rambut ikal sebahu, mata jernih dan
senyum hangat. Ia juga ketua senat mahasiswa saat aku semester
lima . Di sanalah kami bertemu. Aku jatuh cinta kepadanya. Memang
bukan pada pandangan pertama, tapi tak perlu waktu lama bagiku untuk
memutuskan bergabung dengan kelompok pencinta alam yang sama, dan
mengikuti upacara pelantikan yang dilakukan dengan mendaki Gunung
Slamet.

Rasanya tidak gombal-gombal amat kalau aku bilang, demi cintaku,
gunung kan kudaki, lembah kan kuturuni dan sungai kuseberangi.
Karena berbeda dengan istriku, badanku tinggi kurus, berkulit pucat,
tidak jago olahraga apapun, dan menderita asma kambuhan. Tapi aku
nekat mengikuti upacara pelantikan itu dengan memalsukan surat
dokter yang menyatakan bahwa aku baik-baik saja. Kupikir, karena
kami pemula dan tidak benar-benar melakukan pendakian sampai puncak,
tidak akan ada kesulitan yang berarti.

Sialnya, hari itu turun kabut. Udara tiba-tiba menjadi sangat dingin
dan tingkat kelembaban meningkat. Napasku sesak sekali hingga aku
tak sanggup berjalan. Aku sengaja tidak membawa obatku untuk
membuktikan bahwa aku sehat. Aku panik. Aku berusaha teriak, tapi
hanya bisa megap-megap seperti ikan mas koki kekurangan air.

Aku tertinggal. Kabut yang tebal membutakan pandangan. Tak
seorangpun menyadari aku terpisah dari kelompok. Aku pun berjongkok
dengan badan yang kaku dan tersengal-sengal kehabisan napas. Mungkin
karena kabut makin tebal, kelompokku juga ikut berhenti, tapi mereka
berdua terlalu jauh dari jangkauanku. Saat itulah istriku turun
untuk menyisir. Awalnya aku tak tahu bahwa itu dirinya. Aku hanya
sempat melihat jaket plastik kuning cerahnya bergerak mendekat. Lalu
pandanganku mulai kabur.

Entah bagaimana ia melihatku. Yang jelas, aku merasakan tangannya
menggenggam tanganku. Ia berbicara, tapi tak kumengerti. Aku tak
ingat juga berapa lama kami berada disitu, diam, berpegangan tangan,
menunggu kabut menipis. Yang kuingat, beberapa orang kemudian
mengangkatku ke atas tandu dan menggotongku turun. Saat obat sudah
kuminum, baru perlahan-lahan aku mendengarnya berkata, "Tak apa-apa,
aku masih menggandeng tanganmu."

Dan benar, ia menungguiku, tak pernah melepaskan tangannya. Saat itu
aku tahu bahwa aku sudah menemukan teman hidupku.

Kami menjalin hubungan yang sangat erat sepanjang masa kuliah, dan
menikah tak lama setelah lulus kuliah. Masa awal pernikahan tidaklah
mulus. Aku berganti-ganti pekerjaan, dan kami sering kekurangan uang
untku membayar kontrakan rumah. Istriku yang semula diam dirumah
mengurus empat anak kami yang masih kecil-kecil, terpaksa turun
tangan dengan membuka usaha kecil-kecilan.

Nah, sudah kubilang bahwa ia wanita yang ulet dan tangguh. Usahanya
mulai berkembang, dan aku pun berhenti dari pekerjaanku untuk
membantunya. Lambat laun usaha itu menunjukkan hasil. Mulailah kami
bisa merasa tenang dengan perekonomian keluarga kami.

Bila ada orang yang menanyakan resep sukses keluarga kami yang
menikah di usia muda tanpa bekal harta, tapi anak-anak kami bisa
kuliah di universitas negeri, aku akan menjawab, "Aku dan istriku,
kami selalu berpegangan tangan."

Itu benar. Ia memegang tanganku bila aku kehilangan pekerjaanku. Ia
memegang tanganku bila kami kekurangan uang. Aku memegang tangannya
bia ia merasa sulit tidur. Aku memegang tangannya ketika ia
kesakitan saat melahirkan anak-anak kami.

Kami selalu berpegangan tangan. Anak-anak kami pun melakukannya. Ini
semacam ritual keluarga. Pegang tanganku berarti, aku akan
bersamamu. Pegang tanganku selama kau memerlukanku. Jangan khawatir.

Aku juga memegang tangannya ketika ia divonis mengidap kanker leher
rahim. Aku memegang tangannya ketika badannya mulai mengurus. Aku
memegang tangannya ketika wajahnya menjadi sangat pucat karena
pendarahan terus-menerus. Aku memegang tangannya ketika ia tidak
bisa lagi mengontrol pembuangan air besar dan air kecil akibat
terapi sinar. Aku memegang tangannya saat ia kesakitan. Aku memegang
tangannya saat satu-satunya obat yang dimasukkan ke tubuhnya adalah
morfin.

Aku masih memegang tangannya saat kami berdua berkumpul di sekitar
ranjangnya, dan berdoa rosario . Aku masih memeganga tangannya saat
pastur mengoleskan minyak ke dahinya, mengucapkan kata-kata yang
bagiku hanya seperti dengungan lebah-lebah madu. Aku masih memegang
tangannya saat pegangannya melemah seolah ia tak mau lagi bersamaku.
Aku masih memegang tangannya saat hymne requim dinyanyikan,
mengiringi tubuhnya yang beku...

Aku menarik diri sesudahnya. Tidak keluar kamar, tidak bekerja,
tidak bercukur. Aku mulai jarang mandi. Entah kapan terakhir kali
aku makan nasi. Anak-anakku datang silih berganti. Berbicara ini-
itu, dan membujukku begini-begitu. Terakhir mereka mendatangkan
psikiater dan perawat yang tinggal setiap hari hanya untuk
melayaniku. Tiap malam, menu ku sebelum tidur adalah obat-obat
penenang seperti clobazam dan terkadang diazepam.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu. Mungkin dua bulan sudah
berlalu. Tapi buatku, seolah aku sudah berumur seratus tahun. Tua
dan lelah. Saat ulang tahun perkawinan kami yang ketiga puluh lima ,
aku nyaris seperti mayat hidup. Rasanya aku tidak sanggup menghadapi
hari esok. Anak-anakku datang untuk memaksaku tinggal bersama
mereka. Tanpa menunggu persetujuanku mereka mengangkuti barang-
barangku.

Aku cuma diam. Ketika mereka membongkar kamar, sehelai foto terjatuh
dari album lama. Foto di Gunung Slamet. Tak apa-apa, aku masih
menggandeng tanganmu. Itu adalah ucapan yang dulu ia katakan. Air
mataku jatuh bercucuran. Istriku masih menggandeng tanganku hingga
kini. Aku merasakan sentuhan tangannya hangat mengaliri jiwaku. Aku
bersyukur pada Tuhan atas cinta yang ia tumbuhkan dia antara kami.
Pada waktu itu aku mengerti. Cinta bukan untuk ditangisi, melainkan
untuk memberi arti pada hidup, lalu untuk melanjutkannya kembali.

Aku kembali ke rumah kami yang lama. Aku mengajar anak-anak sekolah
Minggu. Anak-anakku masih sering datang ebrkunjung. Dan kami masih
selalu berpegangan tangan.

(Seperti diceritakan kepada Andrew K. Penulis tinggal di Semarang)