Monday, October 26, 2015

Percaya Atau Tidak? Aku Jadi Jagoan!

JADI jagoan nggak harus sempurna. Jagoan juga bisa konyol, kok. Bisa salah, lupa dan kadang bingung.
Ini contohnya. Ini salah satu film seri favorit saya waktu kecil, ‘Greatest American Hero’. Ada lambang seperti ‘buku besar’ di dada si jagoan saat ia berubah jadi pahlawan kota. 

Pemerannya William Katt sebagai Ralph Hinkley, seorang guru sekolah yg mendadak diberi kekuatan lebih, lengkap dg baju kebesarannya. Sayangnya, buku panduan untuk menjadi seorang jagoan terjatuh dan tidak pernah ia temukan lagi.  Nasib yg kemudian membawanya jadi seorang jagoan dan membantu banyak orang.
Saya selalu menyaksikannya setiap senin malam pukul 08.00 PM waktu Singapura di stasiun televisi SBC5 (sempat berubah menjadi TCS5, sekarang berubah menjadi hanya :’ 5′ saja, pen).

Tidak seperti Superman yg bisa terbang dg mulus. Atau, berantem dg digdaya serta terlihat cool dan tampan di mata wanita. Jagoan saya ini malah sering lupa bagaimana cara terbang yg benar. Ia juga sering lupa cara mendarat yg baik. Padahal sdh menggunakan kostum kebesaran!

Konyol? Iya. Makanya saya suka. Saya selalu suka yg natural. Tidak harus jadi super dan tanpa cela untuk jadi jagoan yg bisa menolong, berbuat kebaikan serta diharapkan orang banyak. Jagoan kan juga manusia. Jadi, ya jadi jagoan yg manusiawi sajalah.

Bingung sama celaan orang karena jadi jagoan yg nggak sempurna? Biar saja, nggak usah dipikirkan. Jagoan hadir kan tidak untuk memuaskan semua orang. Lelah kalau harus berpikir begitu. (*)

Foto : Lukisan karya Pawel Kuczynski

Video : Theme Song ‘Greatest American Hero’ – Joey Scarsbury


Instant Yang Menyebalkan!


SAYA bisa bolak balik dari rumah ke kantor dua hingga tiga kali sehari. Itu belum termasuk harus mondar-mandir dari rumah ke sekolah anak. Frekuensinya bisa tambah jika ada urusan lain yang mendesak. Maklum, selain sebagai karyawan, saya juga masih nyambi sebagai supir pribadi untuk anak dan istri. Gaji saya nggak cukup untuk punya supir sendiri, hehehe

Di jalan, biasanya ada saja yang membuat sebal. Pengendara (maaf, bukan menggeneralisir, pen) roda dua, misalnya. Jalanan Batam makin terasa sesak saja sejak beberapa tahun terakhir. Pertambahan kendaraan roda duanya luar biasa.  Orang yang dulu mengandalkan transportasi umum, sekarang bisa dengan mudah membawa pulang sepeda motor dari dealer dengan beberapa juta rupiah saja. Belum lagi yg roda empat. Pengendara yg dulu membawa sepeda motor, mulai beralih pakai mobil. Tawaran DP murah yg menggiurkan, membuat banyak yg tergoda.

Saya harus membiasakan diri ekstra hati-hati. Pengendara sekarang dan biasanya yang roda dua (sekali lagi maaf, tidak bermaksud menggeneralisir, pen) bisa saja menyalip saya dari kiri atau kanan jalan. Tergantung lajur mana yang kira-kira memungkinkan bagi mereka. Jurus yg sama juga perlu saya terapkan saat akan berusaha menyalip sebuah kendaraan lain. Saya juga perlu ekstra hati-hati untuk itu. Rasanya, kok kadar etika pengendara kita di jalan makin luntur saja.
Walaupun sudah mengambil posisi benar, menyalip dari sisi kanan, bisa saja ada pengendara roda dua yang nyelonong ikut nyalip persis di tengah-tengah pada saat kendaraan saya dan kendaraan yang akan saya salip berada dalam posisi sejajar!

Ini mengerikan. Bukan hanya bagi saya. Tapi juga bagi pengendara yang melakukan hal seperti itu. Saya pernah hampir melindas kepala pengendara roda dua yang melakukan aksi salip begitu. Mungkin niatnya ingin seperti Valentino Rossi. Tapi naas, justru terpental persis di depan saya setelah sebelumnya menubruk bagian belakang sebuah taksi yg berjalan di depannya. Beruntung saya sigap banting setir. Kendaraan saya akhirnya cuma melindas kendaraannya saja yang keburu melintang di tengah jalan.
Untuk kecerobohannya itu, saya harus merogoh kocek Rp. 1,5 juta. Bemper samping kendaraan saya rusak akibat terpaksa melindas kendaraannya!

Saya sebenarnya juga pernah mencoba memposisikan diri sebagai pengendara roda dua di jalan. Pikir saya, ini akan membuat perjalanan jadi lebih ringkas dan gesit. Tapi, akhirnya saya lebih pilih mengalah begitu berbaur dengan ratusan pemotor yang bergerak seperti konvoi mengejar waktu di pagi hari. Kecepatan sepeda motor hanya saya geber sebatas 40 KM per jam. Itu pun dengan memilih berkendara di sisi pinggir jalan, hehe
——————————————-

KEBIJAKAN pemerintah memberi lampu hijau bagi perusahaan otomotif ATPM untuk menjual produknya secara besar-besaran beberapa tahun lalu, benar-benar membuat revolusi di ruas-ruas jalan kita saat ini. Hampir di seluruh ruas jalan kota-kota besar Indonesia menghadapi persoalan yg sama. Peningkatan jumlah kendaraan di jalan-jalan dan juga kemacetan!

Jangan lagi bicara bagaimana kondisi ruas jalan Jakarta. Rasanya, warga ibukota sudah harus dipaksa terbiasa dengan kondisi kemacetan yg ada. Seorang kenalan malah sudah sampai pada keputusan mengakhiri kariernya di sebuah perusahaan perkapalan asal Jepang yg ber-home base di Jakarta. Padahal kariernya sudah dirintis sejak bertahun- tahun lalu di sana.

“Sudah nggak sehat mas. Masuk kantor pukul 08.00 Wib, berarti kita harus sudah start dari rumah subuh. Pulang sore dari kantor, kita sampai di rumah sudah malam. Begitu terus setiap hari”, katanya.

Ia akhirnya memutuskan bergabung dengan salah satu perusahaan sejenis di Batam. Menurutnya Batam walau mulai macet, tapi masih lebih manusiawi dibanding Jakarta.
Ya, masih manusiawi. Tapi sedang mengarah menuju tidak manusiawi jika tidak diatasi. Begitu pikir saya.

Di Manado, kota yang notabene hampir sama dengan Batam, saya harus buru-buru ke bandara pukul 05.00 Wib untuk mengejar keberangkatan pukul 08.00 Wib. Beberapa rekan menyarankan begitu untuk menghindari kemacetan yang biasanya terjadi pada pagi hari di sana. Pada kenyataannya, saya memang bisa sampai di bandara dengan cepat. Cuma pesawatnya yang delay hingga pukul 11.00 Wib siang, hehe.
Pesawat yang akan saya naiki mengalami keterlambatan kedatangan karena juga melayani penerbangan di rute-rute lainnya. Ternyata, jumlah konsumen penerbangan di Indonesia sudah semakin banyak sekarang ini. Orang-orang juga semakin menginginkan yg cepat untuk bisa sampai ke daerah tujuan.
——————————————–
 
BOOMING telepon pintar lima tahun terakhir ini, bikin perubahan besar terhadap cara orang berkomunikasi dan mengakses informasi. Semuanya serba cepat. Secara tidak langsung ini juga membiasakan kita untuk jadi cepat. Fasilitas memungkinkan untuk itu dan sepertinya memang dirancang  begitu. Sadar atau tidak, kita sedang menjalani revolusi dalam kehidupan.

Saking ingin cepatnya, saya juga harus mulai terbiasa di-PING berkali-kali oleh beberapa rekan. Mungkin karena menganggap saya lambat membalas private message yang mereka kirimkan, hehe.
Atau, ada rekan yang begitu bertemu langsung menyampaikan sumpah serapahnya ke saya. Gara-garanya, panggilan teleponnya yang masuk berkali-kali ke ponsel saya tidak terangkat!

Sejak era telepon pintar ini, saya sebenarnya justru jadi jarang menenteng atau membawa-bawa ponsel saat di kantor atau rumah. Ukurannya yang relatif lebih besar dibanding ponsel generasi sebelumnya, membuat rasa tidak nyaman saat dikantongi atau digenggam kemana-mana. Saya lebih senang meletakkannya di laci meja saat di kantor. Atau, di atas televisi saat di rumah. Sialnya, notifikasi atau dering pemberitahuan juga sering tidak terdengar jika sedang asyik mengerjakan sesuatu!

Era telepon pintar ini secara tidak langsung, kadang bisa membuat karut marut informasi jika kita tidak bijak. Budaya ingin cepat, kadang juga sering membuat filter kita dalam menyaring informasi yang masuk ke ponsel jadi berkurang. Saya sering ketemu dengan orang yang sudah langsung membuat kesimpulan sendiri terhadap informasi yang masuk atau diakses dari telepon pintarnya. Tapi sialnya, kesimpulannya justru salah!
Ini rentan menimbulkan konflik sosial baru. Konflik yang muncul karena kesalahan kita dalam mengadaptasi perubahan teknologi. Konflik yang muncul karena budaya instant!
—————–

KANTONG masyarakat kita relatif sudah lebih tebal sekarang. Data BPS, tahun 2012 lalu, Pendapatan kotor per kapita tiap orang Indonesia berada di level US$ 3751,38 per tahun. Bandingkan dengan tahun 2000 yang hanya sekitar US$ 2200.

Memang ada perlambatan di tahun 2015 ini. Kondisi ekonomi memang sedang tidak bagus. Relatif turun jika dikonversikan ke dollar AS yang trend-nya sedang menggila. Tapi toh, belum secara otomatis membuat perekonomian kita jadi jatuh terlalu parah, kan? Paling tidak hingga Oktober 2015 ini.
Jalan-jalan masih saja ramai dipenuhi kendaraan-kendaraan keluaran baru. Baik itu yang roda dua atau empat. Telepon-telepon pintar keluaran mutakhir juga masih akrab di tangan orang-orang dan terus gencar dipromosikan. Padahal, harganya tidak bisa dibilang murah.
Secara ekonomi, mungkin kita lebih baik dibanding sepuluh atau lima belas tahun lalu. Atau saat krisis moneter melanda tahun 1998. Tapi sayang, saya melihat energinya kok cenderung mengarah ke konsumtif?
Secara pendapatan kotor tiap warga negara, kita sebenarnya masih kalah dibanding Malaysia. Tapi soal konsumtif, sepertinya kita unggul, hehe.

Di Malaysia, euforia membeli kendaraan-kendaraan keluaran baru, rasanya tidak sedramatis di Indonesia. Di ruas-ruas jalan Malaysia, masih lumrah kita temui sepeda motor merk Honda Astrea Star atau Prima buatan tahun 1986 dan 1989.  Atau ini ; mobil-mobil tua seperti Proton Saga, Perodua dan hingga Kancil buatan tahun 1990-an masih banyak berseliweran di jalan-jalan utama negara itu.  Saya sendiri sampai heran. Kendaraan-kendaraan tersebut ternyata  juga masih terawat baik!
—————————————

“MASYARAKAT kelas menengah kita cenderung lebih banyak sekarang”, kata Dahlan Iskan, Menteri negara BUMN era Presiden SBY.  Saya ketemu di Surabaya dalam sebuah acara dua tahun lalu.
Menurut Dahlan, kondisi itu tentu saja menggembirakan. Tapi, ada yang perlu diwaspadai. Masyarakat kelas menengah kita sekarang hidup di zaman modern yang serba instant.

“Ciri-cirinya mereka masih muda, tidak sabar dan maunya yang instantinstant saja”, kata Dahlan.
Kenapa orang mulai banyak yang bertindak instant? Ya, bisa karena tuntutan hidup, persaingan dan juga cepatnya perubahan. Padahal orang punya keterbatasan kapasitas. Misalnya dalam mengolah informasi, mereview tindakan yang sudah dilakukan atau saat beradaptasi. Cara instant biasanya dipilih dan dianggap hal yang paling masuk akal di saat kita tidak mampu mengimbangi serbuan perubahan tersebut.
Sebenarnya, dengan jumlah kelas menengah yang lebih banyak saat ini, ditambah dengan fakta bahwa kita segera memasuki fase ‘bonus demografi‘, kondisinya bisa jadi menguntungkan. Tapi, bisa juga malah membahayakan.

Secara populasi, Indonesia akan diisi oleh masyarakat usia produktif di rentang usia 15-65 tahun. Prosentasenya akan mencapai 70 persen pada 2020-2035. Masih dari data BPS, tahun 2012 lalu saja, jumlah warga negara kita yang berusia produktif sudah mencapai 49,7 persen.
Ini sebuah kesempatan langka untuk mendongkrak perekonomian negara.  Negara akan lebih banyak diisi oleh warga negara berusia produktif. Tapi, jika salah penanganan, justru bisa jadi bencana. Bayangkan jika 70 persen warga negara kita yang berusia produktif itu berpikir dan bekerja instantinstant saja, punya budaya konsumtif yang berlebihan dan maunya asal cepat serta mengabaikan alur proses dalam mencapai tujuan?

Selain menyebalkan, juga akan jadi masalah, bukan? (*)

Foto : Istri dan anak saya.

One Hit Wonder ; Katrina Yang Diculik?


AWAL dekade 90-an, yg mainin musik begini di Indonesia masih langka. Mungkin sama langkanya dg orang yg memprediksi lagu-lagu di album mereka bakal nge-hits.
Pasar masih diserbu dg lagu-lagu semodel ‘Isabella’ yg dibawakan banyak grup rock kita. Atau, model rock festival yg lagi ramai dibesut oleh maestro rock, Log Zelebour.  Kalau ada yg rada beda mungkin Slank. Yang lain, Kla Project yg mainin pop progresif dan kemudian ini, Kidnap Katrina.
Sampai akhirnya lagu-lagu mereka hilir mudik di stasiun radio dan tv, saya cuma kenal vocalisnya saja. Di cover album, memang ada gambar-para personilnya. Tapi menurut saya, masih kalah menarik dengan deskripsi ‘wanita cantik diculik‘ yg mereka sebut sebagai Katrina di cover album.
————————-

SAYA sebenarnya lebih tertarik dg musiknya. Ketukan drumnya beda, progressif. Trus, betotan bassnya keren. Makin gahar dengan dua gitar yg meraung-raung. Musik mereka disatukan dlm harmonisa permainan keyboard yg juga keren.
Sayang, mereka cuma bikin satu album. Sempat muncul lagi beberapa tahun kemudian di album kompilasi, setelah itu benar-benar hilang.
Tahun 2010, katanya mereka reuni. Mau bikin album lagi. Reuni dg minus keyboardist-nya yg sudah meninggal beberapa tahun sebelumnya. Tapi, sampai sekarang albumnya nggak kunjung keluar.
—————–

WAYNE Jancik, di bukunya ‘The Billboard Book of One Hit Wonders‘ pernah bilang, One Hit Wonder adalah lagu yang menduduki peringkat pertama dalam tangga lagu 40 Billboard, kemudian tidak pernah mencapainya lagi.
Belakangan istilah One Hit Wonder meluas. Tapi, dg pemaknaan yg lebih sederhana. Musisi-musisi dg satu lagu atau satu album yg pernah mencapai puncak ketenaran tapi kemudian hilang, sering dilabeli begitu juga.
Duh, tapi rasanya sayang jika  band bagus yg saya tulis ini harus menyandang predikat begitu juga. Saya masih berharap muncul album barunya yg sama kerennya dg album sukses mereka itu. (*)

Gambar : poster kidnap katrina di fans page facebook




Sunday, August 2, 2015

Tentang Nusantara

ISLAM nusantara? Ah, tidak. Kami ISLAM saja. Tanpa embel-embel lain. Sama dg saudara- saudara yg lain dari penjuru dunia.

Kami yakin, keyakinan kami sama. bersumber dari HAL yang sama.  Yang membedakan, mungkin cuma asal kami. Kebetulan, kami lahir di bumi Nusantara. Wilayah ‘gemah ripah loh jinawi’ yg sekarang bernama Indonesia. Negara yg sekarang katanya memiliki jumlah umat Muslim terbanyak di dunia.

Di Nusantara ini, kami bahu membahu sesama warganya. Kami juga berhubungan baik dg saudara-saudara kami yg berbeda keyakinan.

Oh iya, di sini, kami memang bersaudara juga dg warga lain yg berbeda kepercayaan. Kami berusaha mengedepankan sikap saling menghormati dan bertoleransi. Sesekali, kadang memang ada gesekan. Ya begitulah, namanya saudara. Ada riak-riak dalam hubungan. Doakan kami agar selalu bisa menyelesaikannya dg jalan yg baik, ya.

—————–

DI rumah, babah kami lebih senang pakai sarung. Bukan gamis atau jubah. kata babah, itu kan soal budaya saja. Sama halnya saat babah lebih pilih pakai peci daripada sorban yg dililitkan di kepala saat ke masjid.

Dalam beberapa hal, kata babah, kita mungkin beda dg saudara muslim kita yg lain di luar nusantara. Tapi, bukan berarti Islam kita berbeda. Ini cuma karena asal kita yg  berbeda. Budaya yg melatari kita yg beda. Kita adalah muslim yg ada di Nusantara. Ya,  kalau mau disebut ringkas, kita ini Muslim Nusantara.

—————-

KATA babah, dalam beberapa hal, budaya itu dipengaruhi oleh pola kebiasaan dari kelompok-kelompok orang dalam menjalani hidup. Orang sekarang menyebut itu suku. Suku dan etnis itu kata babah, sesuatu hal yg terberi. Bukan yg bisa kita pilih.

Jadi, syukuri saja. Dalam kaitan dg keyakinan, kita sesuaikan pola kebiasaan dg kepercayaan yg kita yakini sehingga sejalan. Pada akhirnya, budaya menyesuaikan dg apa yg kita yakini.

—————–

DALAM darah kami, mengalir etnis Jawa, Sunda dan Tionghoa. Babah, seperti halnya kami, besar dalam lingkup budaya dan kebiasaan Melayu. Babah malah cukup lama mengenal dan berinteraksi dg budaya Bugis Selayar saat kecil dahulu. Punya Pakde yg beretnis Jawa dan berkeyakinan Islam, paman dan om yg beretnis Jawa Melayu yg juga Islam,  Batak yg berkeyakinan Protestan, Ambon dg keyakinan Katolik serta bersahabat baik dg rekan-rekannya asal Bali yg berkeyakinan Hindu.

Ya begitulah. Makanya, kami berdua diberi embel-embel nama akhir ‘Nusantara’. Salah satunya agar kami selalu ingat dg tanah tumpah darah kami.

Di zaman yg semakin terhubung ini, babah juga ingin agar kami tetap membawa identitas nusantara pada orang-orang yg mungkin nanti akan kami kenal di berbagai penjuru dunia. Ini identitas kami sebagai orang Nusantara dan sebagai Muslim yg berasal dari Nusantara.

Oh ya, maaf. Perkenalkan, nama saya Yodha Krakatau Nusantara dan adik saya, Yura Khatulistiwa Nusantara. (*)

Tuesday, July 28, 2015

[NulisRingkas] Mental Sejahtera

ANDA percaya menaikkan tinggi gaji aparatur negara bisa menekan tingkat praktek korupsi di birokrasi? Saya nggak.

Lucu rasanya mengaitkan praktek korupsi dengan tingkat kesejahteraan. Rasanya itu kok jadi pembenaran. Boleh korupsi karena tingkat kesejahteraan yang rendah.
Boleh mencuri kalau perut sedang lapar.

Thursday, July 2, 2015

Penting, Hebat, Pintar!



YODHA & YURA, mencitrakan diri sendiri sbg org penting mungkin baik. Tapi lebih baik lagi jika org lain yg menilainya begitu.

(Seharusnya) To be Continued, (Bukan) Discontinued




KELEMAHAN kita itu karena sering tidak kontinyu dan konsisten dlm menjalankan apa yg sdh kita mulai. Kita terlalu menggebu-gebu di awal.  Sampai merasa perlu banyak bicara utk menunjukkan apa yg sedang kita lakukan.

Tapi kemudian, kita habis. Tenaga kita terlalu terkuras hanya utk membicarakan apa yg sedang kita lakukan.  Emosi dan mood kita keburu sampai titik jenuh utk bisa terus melakukan yg seharusnya kita lakukan.

Friday, February 6, 2015

[NulisRingkas] Hero

INI Ada sebuah cerita hebat, Yodha. Tentang Hero. Seorang Hero tau apa yg dia lakukan dan dia tidak pernah takut.

David dan Phil menyampaikannya melalui lagu. Kemudian, memvisualisasikannya melalui klip. Lagu dan klipnya diproduksi jauh sebelum kamu lahir. Tahun 1986, dulu.

Tapi tetap relevan sampai sekarang. Simaklah.


Monday, February 2, 2015

[NulisRingkas] Kapitalisasi Investasi



INVESTASI produk asing dari lokasi asal ke lokasi tujuan investasi adalah sebuah cara/ upaya mendekatkan produk atau brand mereka kepada masyarakat sasaran yg jd target konsumennya.

Cara ini bisa efektif menekan salah satu cost/ biaya terbesar, distribusi barang. Baik itu barang jadi hasil produksi atau bahan baku produksinya yg bisa diperoleh di lokasi tujuan investasi. Murah, meriah & efektif.

[NulisRingkas] Minor yg Mayor atau Mayor yg Minor?



MELALUI media kita bisa membuat hal yg minor menjadi mayor. Kemudian, membenamkan yg mayor menjadi terlihat seperti minor.

Itu persepsi. Tinggal bagaimana kita melihat dan memposisikannya. Jika larut, kita ikut dlm persepsi itu. Yg mayor menerima posisi minor mayanya seperti fakta yg nyata. Yg minor menerima kondisi mayor semunya. Mungkin dg sukacita.

Thursday, December 25, 2014

Alhamdulillah, Jalan-Jalan di Batam Sudah Bernama




SEJAK kecil dulu, saya selalu membayangkan ruas-ruas jalan di Batam punya nama. Dekade 80-an, cuma bbrp ruas saja yg sdh bernama.
Seperti ruas jalan dari bundaran simpang tiga Kabil hingga pertigaan (dulu hanya belokan, belum pertigaan pen.) Batu Besar. Namanya jalan Hang Tuah. Atau, jalan menuju komplek perumahan saya, jalan Hang Nadim. Sepanjang ruas jalan mulai bundaran Kabil hingga ke Baloi bernama Jenderal Sudirman. Selebihnya, banyak jalan-jalan yg tanpa nama.

Monday, December 15, 2014

[NulisRingkas] Profesional yg Gentleman


YODHA, seorang profesional yg gentleman akan menghindari penggunaan alasan pribadi atau melempar ‘handuk’ tanggungjawab terhadap kesalahan kerja yg ia lakukan. Ia cenderung mengakui secara jujur. Sambil kemudian berjanji pd diri sendiri utk tdk mengulang kesalahan yg sama dg cara meningkatkan kemampuan diri.

Mendung di Sungai Carang




Mendengar ; Belajar Peduli & Berempati




MUNGKIN saya salah. Dulu, saya membiasakan anak saya yg lelaki dg tayangan televisi dan aktifitas menonton sejak bayi. Pertimbangannya, saat disuguhi tayangan kartun di televisi atau dvd, dia jadi asyik sendiri. Diam sambil menyaksikan tayangan di depannya. Saya juga jd punya waktu utk melakukan aktifitas lain di rumah.

Ikan, Lobster, Pesawat dan Menteri Susi




SEKITAR 4 tahun lalu, saya mampir ke pabrik pengepulan ikan punya bu Susi Pudjiastuti di Pangandaran. Lokasinya tidak jauh dari rumah ibu mertua saya. Istri saya ingin menunjukkan lokasi usaha dari seniornya dan juga siswi alm. Ayahnya saat sekolah dulu kepada saya. Bu Susi digambarkan sebagai wanita hebat yg sukses dg merintis usahanya dari bawah. Kenapa saya akhirnya tertarik?


Friday, July 11, 2014

[NulisRingkas] (1) Rasional Vs. (2) Suka



BERPIKIR rasional itu seperti misalnya saat kita berencana membeli ponsel. Kita dihadapkan pada beberapa pilihan merk dengan spesifikasi dan harga yang berbeda-beda. Kita akan menimbang-nimbang dulu azaz manfaat dari serangkaian pilihan yang ada. Apakah spesifikasinya sesuai dengan fungsi dan kegunaan yang akan kita pakai? Apakah harganya cukup pas untuk ukuran kantong kita? Apakah keandalan ponsel tersebut terjamin?


[NulisRingkas] Nyinyir Menyindir Capres




STOP menghina, nyinyir dan terus menyindir capres yang bukan pilihan anda. Sisakan sedikit ruang untuk kecewa dan jangan menambah dosa. Barangkali, mungkin nanti akan berguna. Barangkali, mungkin nanti bisa diubah menjadi semangat positif membangun negeri jika bukan pilihan anda yang keluar sebagai pemenangnya.


[NulisRingkas] Seorang Pria Dengan Sebuah Terompet




MEREKA datang dari berbagai penjuru hanya untuk mendengarnya bermain. Dulu, dia selalu ada di sudut jalan yg sama itu setiap hari.

Selalu ada kerumunan orang banyak saat ia memainkannya. Ketika ia meniupkan terompet, semua orang rasanya sudah tahu. Irama seperti apa yang akan dibawakan. Kadang gembira yang menghentak, kadang sedih yang mendayu.


[NulisRingkas] Mesin Inspirasi




MESIN INSPIRASI, saya membayangkan mesin itu bakal ada. Untuk menstimulasi lagi kinerja orang-orang yang selama ini seperti robot. Yang bekerja ala kadar untuk menggugurkan tanggung jawab saja. Untuk orang-orang yang baru bisa bekerja dengan benar bila di depan mata mereka dikibas-kibas setumpuk uang.


[NulisRingkas] Bekerja Standar




BERHITUNG soal pekerjaan sebenarnya baik. Kita jadi belajar untuk lebih profesional dan menghargai diri sendiri. Menghargai waktu, tenaga dan kualitas skill yang kita punya.
Yang tidak baik itu jika hanya berhitung soal hak kerja saja. Ingin hak sesuai standar, bahkan lebih. Tapi mengabaikan apa yang sebenarnya menjadi kewajiban standar dalam bekerja.
Bicara hak maunya standar. Tapi kewajiban pilih yang ala kadar. Ngomong hak kalau bisa dilebihkan. Tapi kualitas kewajiban cenderung dikurangkan. Its not good, its so bad.