Monday, December 15, 2014

Mendengar ; Belajar Peduli & Berempati




MUNGKIN saya salah. Dulu, saya membiasakan anak saya yg lelaki dg tayangan televisi dan aktifitas menonton sejak bayi. Pertimbangannya, saat disuguhi tayangan kartun di televisi atau dvd, dia jadi asyik sendiri. Diam sambil menyaksikan tayangan di depannya. Saya juga jd punya waktu utk melakukan aktifitas lain di rumah.

Bertahun-tahun kemudian, ini baru saya sadari. Anak saya jadi meniru apa yg ia tonton. Masalahnya, banyak tayangan kartun yg sebenarnya justru tidak cocok dikonsumsi anak seusianya. Misalnya ini ; Tom & Jerry.
Ini salah satu favorit Yodha (anak pertama saya, lelaki pen). Tampilannya memang kartun. Tapi menampilkan banyak kekerasan. Ada adegan, misalnya saat Jerry tertawa terbahak-bahak ketika setrika yg sengaja diletakkannya di ujung atas pintu, mengenai kepala Tom.
Bukan hanya kekerasan. Tapi juga bisa menghilangkan empati sesama.
Saya punya pengalaman. Saat sedang membersihkan halaman di depan rumah, tiba-tiba sebuah kayu seukuran 2 meter yg dengan ceroboh saya letakkan dalam posisi berdiri, jatuh menimpa saya. Yodha yg kebetulan ada di dekat saya tertawa terbahak-bahak.
“Babah seperti Tom, hahaha”, katanya masih sambil tertawa.
Saya cuma tersenyum kecut sambil menjelaskan bahwa yg barusan terjadi bukan seperti dalam film kartun kesukaannya. Tapi sesuatu yg benar-benar terjadi dan rasanya sakit. Seharusnya hal seperti itu tidak ditertawakannya.
Bayangkan, jika tayangan-tayangan seperti itu terus menerus dikonsumsi. Mungkin akan jadi karakter yg dibawanya saat besar nanti.  Belum lagi tayangan-tayangan lain yg cuma mengumbar glamour, fakta semu atau trend sesaat yg belum tentu baik untuknya.
Tapi, ini kan belum terlambat. Yodha juga baru menginjak 6 tahun dan sudah mulai bersekolah. Aktifitasnya sekarang lebih banyak dihabiskan di luar monitor tv. Ia bersekolah dari pagi hingga sore dan kemudian melanjutkan aktifitas dg mengaji di masjid dekat rumah tiap sore. Praktis, kebiasaannya menonton televisi sudah jauh berkurang. Saya dan istri juga mulai membiasakan untuk tidak menghidupkan televisi di rumah pada siang hari. Sebagai gantinya, kami menghidupkan radio.
Ini sekaligus menjadi kebiasaan baru yg kami terapkan untuk anak kedua kami, perempuan, Yura Khatulistiwa Nusantara. Yura sekarang baru menginjak usia setahun. Karena tidak dibiasakan, ia terkesan acuh saja dg tayangan televisi dan lebih memilih aktifitas sendiri seperti bermain. Yura baru bereaksi saat mendengar suara yg menarik pendengarannya. Bukan hanya siaran radio, suara adzan dari masjid dekat rumah kami yg sebenarnya cuma terdengar sayup-sayup, selalu mengundang responnya.
Yura akan langsung mengangkat kedua tangan. Seperti orang yg akan shalat sambil mengucapkan kalimat yg terdengar seperti “Allahu Akbar“. Tapi dengan bahasa yg terdengar cadel dan agak aneh. Selalu begitu.
Atau, saat mendengar musik dari radio yg menarik perhatiannya. Ia akan langsung mendekati arah suara. Sesekali, tangan dan kakinya langsung ikut bergoyang. Berusaha mengikuti irama musik yg terdengar.
Karena mulai dibiasakan untuk mendengarkan suara dari radio, ia juga akan secara spontan menghidupkan tombol power dari radio compo di ruang keluarga kami saat merasa suasana rumah sedang hening. kemudian, sibuk lagi berjalan ke sana kemari sambil mendengarkan suara radio yang baru saja diaktifkannya.
Saya senang dg reaksinya. Belajar mendengarkan ternyata membuat kita menjadi cepat bereaksi. Dalam kondisi lebih lanjut, belajar mendengarkan mungkin sekali membuat kita menjadi lebih peduli. (***)
Foto : Yodha & Yura sedang bermain di Water Park Ocarina


No comments: