Thursday, December 6, 2012

Televisi ; Trend, Teknologi dan Digitalisasi



HANYA DALAM  beberapa dekade setelah teknologi televisi diperkenalkan dan kemudian jadi booming “kotak ajaib” di  masyarakat, teknologi siaran televisi sudah begitu cepat berkembang. Sebentar lagi, kita  akan segera benar-benar merubah kebiasaan dan cara mengakses televisi.

Even BroadcastAsia yang tiap tahun digelar di Singapura, bisa jadi merupakan salah satu barometer perkembangan dunia penyiaran, khususnya televisi. Banyak teknologi baru yang diperkenalkan tiap tahunnya. Bahkan, kadang teknologi yang belum diproduksi secara massal karena masih menjalani masa ujicoba produk.


Tahun 2012 ini, pengelolanya kembali menggelar ajang serupa. Bila pada tahun-tahun sebelumnya mereka menggelar di Singapore Expo Changi dan disatukan dengan even CommunicAsia (ajang pameran teknologi komunikasi, pen), kali ini mereka memisahkannya. Ajang BroadcastAsia digelar di Suntec, sementara CommunicAsia di Marina Bay Sand.

Ajang pameran seperti ini sendiri, pertama kali digelar sejak tahun 1979 silam. Penyelenggaranya secara konsisten mengaku berusaha terus menarik partisipasi dari luar negeri. Ini memang ajang prestisius di Singapura, selain memang jadi lahan untuk menangguk dollar dari para pengunjung mancanegara yang hadir tiap tahunnya.

Untuk tahun ini, ajang BroadcastAsia kembali menghadirkan banyak perusahaan produsen teknologi penyiaran. Untuk perusahaan yang berbasis satelit saja bisa disebutkan beberapa diantaranya. Seperti AsiaSat, Asia Broadcast Satellite, China Satcom, Inmarsat, Intelsat dan MEASAT. Sementara ratusan produsen teknologi broadcast lain juga berpartisipasi di ajang ini.

Saat saya mengunjungi ajang pameran ini beberapa hari kemarin, ada banyak perkembangan dalam dunia penyiaran (broadcast) televisi. Itu juga ditandai dengan kehadiran raksasa industri broadcast seperti ATG, EMC, Grass Valley, Hitachi dan Panasonic. Mereka membawa hasil produksi mutakhirnya dan mempresentasikan tentang perkembangan industri penyiaran ke depannya kepada para pengunjung yang memadati hall lantai 2 dan 3 gedung Suntec.

Saya pikir, Singapura jeli dalam melihat peluang dengan rutin menggelar ajang seperti ini. Sebuah laporan yang dirilis Global Entertainment & Media Outlook 2010-2014 dari PricewaterhouseCoopers, Asia Pasifik memang diramalkan bakal menjadi pasar media dan hiburan dengan pertumbuhan tercepat kedua di dunia. Perkiraaan pertumbuhan itu mencapai 6,4% Compound Annual Return sampai dengan tahun 2014, dan mencapai sekitar US$475 juta . Perkiraan pertumbuhan tersebut melampaui rata-rata pertumbuhan dunia sebesar 5%.

_________________________________

DUNIA PENYIARAN  memang makin berkembang. Teknologi analog sekarang, mulai banyak disebut orang sebagai teknologi tradisional. Dalam beberapa tahun ke depan, mungkin sekali bakal ditinggalkan. Melalui perangkat-perangkat yang dipamerkan di ajang BroadcastAsia, para peserta yang notabene merupakan para produsen piranti penyiaran dari berbagai negara di dunia,  banyak mendemonstrasikan berbagai platform baru teknologi penyiaran. Seperti penggunaan PC dan perangkat mobile yang berbasis digital.

Di salah satu stand, saya kagum dengan perangkat autoscript (teleprompter, pen) yang dipamerkan. Perangkat yang biasa digunakan dalam produksi siaran berita televisi itu, memiliki bentuk yang ramping. Jauh dari kesan perangkat mahal dan tidak perlu besar.

Bentuknya sepintas mirip  mesin parut kelapa :-) .  Ringkas dan simpel. Monitor yang menampilkan tulisan untuk dibaca pembaca berita (news anchor), menggunakan kaca cermin yang merupakan pantulan dari layar komputer yang terletak di bawahnya. Layar komputer itu sendiri menampilkan tulisan dalam format terbalik. Perangkat autoscript ini, sudah termasuk juga kamera untuk menampilkan wajah sang news anchor yang berada di depan piranti canggih tersebut. Bentuk lensanya kecil saja, seperti lensa di notebook atau laptop. Pergerakan tulisan, bisa diatur sedemikian rupa, termasuk kecepatannya oleh operator autoscript atau bahkan sang news anchor sendiri dari jarak jauh.

Sementara keluaran visual dari kamera yang menyatu dengan perangkat prompter ini, diletakkan di bagian bawah, tapi masih dalam satu kesatuan piranti. Bayangkan dengan perangkat autoscript model lama yang lebih rumit dan berukuran lebih besar. Ehm, teknologi memang sering membuat hal yang awalnya rumit menjadi lebih simpel dan mudah untuk dilakukan.

Teknologi kromaki juga semakin berkembang. Sekarang, memproduksi berbagai program acara televisi dari dalam studio makin mudah untuk dilakukan. Tidak mesti harus menggunakan banyak dekorasi manual dan tata ruang yang kompleks seperti 10 hingga 20 tahun lalu. Sudah makin banyak saja produsen software dan template yang menghasilkan  latar/background  kromaki dengan berbagai tema dan untuk berbagai setting program acara tv.

Tinggal memanfaatkan ruang berukuran 2 x 3 meter (atau bisa disesuaikan dengan kebutuhan kita, pen) yang diberi kain kromaki berwarna hijau, menempatkan sebuah kamera yang terhubung dengan perangkat PC yang akan menampilkan latar belakang virtual seperti yang kita inginkan. Konsep studio langsung ada di hadapan layar dan siap di-transmite menggunakan piranti penyiaran, baik itu yang masih menggunakan sistem analog maupun yang sudah berbasis digital.


Kemajuan teknologi di bidang produksi siaran, memang mampu merubah berbagai hal yang begitu kompleks, rumit dengan berbagai piranti konvensional, menjadi lebih ringkas dan simpel. Tapi, tentunya dengan kualitas keluaran (output, pen)  yang jauh lebih baik.

Stand lain yang cukup menarik perhatian saya adalah stand-stand yang menampilkan produk Cinematography/Film/Production. Stand-stand di sini, dirancang untuk memperlihatkan teknologi terdepan dari industry televisi yang dapat meningkatkan kualitas produksi sekaligus memperbaiki efisiensi kerja. Di area untuk pembuat film dan produsen acara televisi misalnya, para pesertanya menampilkan banyak  inovasi terbaru mereka dalam bidang efek visual, penyuntingan/pewarnaan, dan produksi kreatif. Mereka berusaha memperlihatkan produk-produk unggulan terdepannya yang diprediksi bakal banyak digunakan di industri penyiaran dalam rentang 3 hingga 5 tahun ke depan. Pengelola ajang pameran ini memang memfasilitasi para peserta yang datang dari berbagai negara di dunia dengan para calon konsumennya yang merupakan para pelaku industri penyiaran.

Di beberapa stand yang menampilkan produk manajemen sistem siaran televisi, seperti tempat penyimpanan media digital file-file video, master control dan video , server video untuk streaming, ada banyak produk baru yang ditampilkan. Piranti-piranti itulah yang kini mulai banyak digunakan oleh pelaku usaha penyiaran untuk menampilkan konten mereka dalam format streaming. Baik itu siaran streaming secara langsung melalui internet maupun penyediaan konten siaran streaming melalui server-server siar di berbagai situs.  Teknologi streaming yang sekarang mulai booming ini, sekarang bahkan sudah mulai  merubah cara kita dalam menyaksikan sebuah tayangan televisi atau video secara konvensional melalui pesawat televisi.

___________________________________

SEBAGAI AJANGNYA  para produsen, pelaku usaha dan bisnis di media digital serta  industri film dan hiburan di Asia, BroadcastAsia tahun ini banyak menampilkan produk yang merupakan rangkaian global dari teknologi, aplikasi, peralatan, dan solusi terkini dalam bidang film, audio, dan TV. Fokusnya adalah  penekanan pada aplikasi teknologi multi streaming, Hybrid Broadcast Broadband TV (HbbTV), playout services, pro-audio technology, over the top (OTT) technology, cloud broadcasting dan radio digital.

Hal ini menjadi penting bagi pelaku bisnis penyiaran di Indonesia, khususnya televisi. Seiring dengan program pemerintah kita yang akan melakukan konversi siaran analog ke teknologi digital, ajang pameran ini mungkin sekali jadi tolok ukur dan pembanding tentang kesiapan para pelaku bisnis penyiaran di tanah air. Terutama dari sisi perangkat yang bakal digunakan.

Teknologi untuk konversi siaran analog ke digital sudah ada. Termasuk perangkat pendukung produksi maupun post produksinya yang kini memang sudah serba digital. Di ajang BroadcastAsia, juga banyak yang dipamerkan.  Hitachi misalnya yang membawa salah satu perangkat andalan mereka. Kamera produksi HDTV Digital Multi-format. Kamera yang biasa digunakan untuk keperluan produksi di dalam studio atau outdoor ini, merupakan generasi keempat kamera HDTV yang memiliki sensor gambar menggunakan progresif scan CCD. Proses gambarnya menggunakan sinyal-sinyal digital. Kamera HDTV ini, juga sudah dilengkapi dengan studio adaptor tipe SA-1000, setup control unit untuk pengaturan parameter-parameter kamera, pengoperasian dari jarak jauh menggunakan remote control dan sebuah monitor (viewfinders) untuk memonitor hasil gambar yang diambil agar lebih akurat.

Sales Management Center  Hitachi Kokusai Electric Jepang untuk Asia, China & Oceania, Hiroshi Mano mengaku bahwa perangkatnya itu masih tergolong sangat mahal saat ini. Tapi dalam beberapa tahun ke depan, perangkat dengan teknologi seperti itu sudah akan sangat familiar digunakan dalam industri televisi.

Now, It’s very expensive. It’s worth the price of car” kata Mano dalam bahasa Inggris yang kurang lebih parah seperti saya :-)

Soal teknologi digital untuk produksi hingga proses penyiaran di televisi, sekarang ini juga tidak melulu dikuasai oleh para produsen raksasa yang sudah terkenal saja. Saat ingat program pemerintah tentang migrasi siaran analog ke digital yang sekarang sedang digesa itu, saya mampir di salah satu stand  produsen perangkat Digital TV (DTV) asal China. Nama produk mereka Xicoh. Sangat tidak familiar, Tapi dari penjelasan yang disampaikan oleh Overseas Marketing Director mereka, Ms. Seven, perangkat seperti inilah yang bakal diperlukan oleh stasiun-stasiun televisi di Indonesia dalam proses migrasi dari sistem siaran analog ke digital. Produsen Xicoh sendiri menawarkan penanganan penuh untuk proses konversi dari analog ke sistem digital, khususnya untuk  sistem konstruksi dan pengoperasian sinyal digital di saluran Ultra High Frekwensi (UHF).


Kendala Penyiaran Analog secara terestial biasanya soal topografi daerah. Sinyal analog hanya bisa tertangkap di pesawat-pesawat televisi apabila tidak ada halangan fisik. Misalnya oleh bukit atau gunung tinggi. Xicoh sendiri mengklaim bahwa teknologi penyiaran digital mereka yang bekerja di gelombang UHF dan dipancarkan secara terestial, tidak memiliki permasalahan dengan topografi suatu wilayah yang memiliki bukit atau pegunungan. Ms. Seven mempresentasikan tentang system kerja DVB – T/ T2. Menurutnya,  produk penyiaran digital Xicoh, sudah digunakan oleh salah satu stasiun televisi di kota Kinshasa, Afrika yang memiliki topografi daerah berbukit-bukit.

“So far its no problem. If you want to find the same devices, i will sent you the details solution to help you make the plan”. Katanya.

Selain produk asal China tersebut, banyak juga produk sejenis keluaran dari produsen ternama. Namun, yang perlu juga dicermati dalam proses migrasi sistem analog ke digital ini, memang bukan hanya perangkatnya saja. Regulasi dari pemerintah juga sangat menentukan. Dalam format siaran digital nantinya, pemerintah berencana menerbitkan kembali izin penyelenggara jaringan dan izin penyelenggara jasa siaran. Dengan begitu, diharapkan dapat menampung sekian banyak perusahaan baru yang akan bergerak di bidang penyelenggaraan televisi digital. Pada akhirnya, akan tercipta suatu bentuk sistem penyiaran yang jauh dari kesan monopoli seperti yang terjadi saat ini.

Peralihan teknologi siar dari analog ke digital memang tidak bisa dihindari lagi. Trend teknologi memang tidak bisa dilawan. Dalam format siaran digital, nantinya pemerintah akan memisahkan antara penyelenggara multiplexer (mux) dengan penyelenggara siaran. Awalnya, pemerintah membagi zona siar di Indonesia menjadi 33 zona. Tapi sekarang diputuskan 15 zona. 1 zona, akan ada 6 mux. 1mux  akan diisi oleh 12 channel atau saluran tv digital. Jadi dalam 1 zona akan tersedia 72 channel untuk tv digital. Dengan begitu, tidak ada lagi monopoli siaran televisi di Indonesia. Pemerintah sendiri menetapkan waktu migrasi siar dari televisi analog ke digital hingga 2018 mendatang.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informasi RI, Tifatul Sembiring dalam akun twitter-nya, migrasi sistem siar analog ke digital ini, sudah sejalan dengan UU nomor 32 tahun 2003 yang mengamanatkan tentang prinsip keanekaragaman pemilik media siar televisi (diversity of ownership), Keanekaragaman isi siaran (diversity of content) dan sistem stasiun berjaringan.

Terus, jika penyedianya (stasiun televisi, pen)  berubah format siar jadi digital, bagaimana dengan pemirsanya? Perkembangan teknologi akhirnya juga memaksa kita untuk mengikutinya.  Saat ini, hampir seluruh produsen-produsen pesawat televisi di dunia sudah meluncurkan produk mereka yang berbasis digital dengan teknologi HDMI. Bahkan beberapa produk TV juga sudah menyisipkan fasilitas web browser di dalamnya.

Dengan teknologi seperti itu, pengguna pesawat televisi sebenarnya sudah bisa langsung menyaksikan siaran televisi yang berbasis digital dan disiarkan secara terestial. Begitu juga dengan akses konten atau siaran streaming.  Dalam beberapa tahun ke depan, saya yakin kecepatan internet di Indonesia akan semakin cepat sehingga untuk mengakses siaran televisi streaming secara langsung, kita tidak lagi membutuhkan proses buffering.  (***)

No comments: