Thursday, December 6, 2012

Merangkai Pulau Merajut Merah Putih



DALAM BAYANGAN  saya, program ini bisa ikut membantu menumbuh-kembangkan lagi semangat kebangsaan kita. Juga bagi saudara-saudara kita yang tinggal di beberapa titik perbatasan negara. Dengan semangat kebangsaan yang sama, saya pikir kita bisa bersama-sama mewujudkan kembali identitas sebagai bangsa besar yang disegani.

Ini merupakan program televisi. Idenya saya sadur dari pemikiran pak Imawan Mashuri (Dirut Jawa Pos Multimedia Corporation) yang sebenarnya ingin membuat program yang mengangkat keunggulan daerah. Mulai dari Sabang Hingga Merauke. Visinya ingin memberi paparan dan mengingatkan kembali ke masyarakat bahwa bangsa ini besar. Bangsa ini sebenarnya kaya.


Melalui program itu, diharapkan bisa menumbuhkan kembali semangat kebersamaan dan nasionalis sebagai bangsa besar untuk bisa sama-sama membangun negara ini.  Realisasi sebenarnya akan melibatkan seluruh grup televisi di dalam jaringan Jawa Pos Multimedia Corporation (JPMC). Tapi, realisasi program itu dalam waktu dekat sepertinya masih sulit.

Saya sadur pemikiran itu untuk direalisasikan saja dulu secara regional. Kebetulan saya tinggal di propinsi Kepri. Salah satu propinsi kepulauan yang berbatasan langsung dengan beberapa negara. Di wilayah ini, sebenarnya banyak pengaruh luar yang rentan mengikis rasa kebangsaan kita.
Tidak bisa dipungkiri pengaruh budaya luar dan juga gempuran produk-produk luar negeri sangat membanjiri wilayah ini. Mobilitas masyarakatnya untuk bepergian ke luar negeri, baik dalam rangka pekerjaan, usaha maupun berwisata juga sangat tinggi.

Hal itu juga ditopang dengan masih minimnya perhatian pemerintah kita untuk saudara-saudara kita yg tinggal di perbatasan jika ukurannya adalah kuantitas. Mereka lebih banyak mengakses informasi dari media-media massa negara tetangga seperti televisi dan radionya. Mereka juga lebih banyak mengkonsumsi produk negara-negara tetangga tersebut.

Secara historis hal ini memang sulit dihindari. Sejak dulu, kultur sebagian besar masyarakat yang tinggal di Kepulauan Riau memiliki kedekatan budaya dengan masyarakat di Malaysia atau Singapura. Interaksi antar mereka juga sudah terjalin berabad-abad lalu sejak Republik ini belum berdiri. Di lain pihak,  perhatian yang diberikan pemerintah kita untuk beberapa kelompok masyarakat  yang tinggal di perbatasan, sejauh ini masih minim.

Infrastruktur masih menjadi barang langka yang bisa dinikmati secara massal.
Program percepatan pembangunan di kawasan-kawasan perbatasan memang terus dilakukan pemerintah kita. Namun kuantitasnya masih kalah jauh dibanding wilayah perkotaan. Gemanya juga masih kurang sehingga tidak banyak diketahui khalayak.

—————————————————–

PULAU KARAS  adalah salah satu dari sekian banyak gugus pulau-pulau yang ada di sekitar perairan Batam – Rempang – Galang. Letaknya memang tidak persis berada di perairan perbatasan negara. Tapi dari sini, kita bebas mengakses informasi-informasi yang disampaikan oleh media-media negara tetangga. Masyarakatnya juga banyak yang mengkonsumsi produk-produk asal negeri jiran tersebut.

Secara kultur, masyarakatnya adalah Melayu. Sama dengan kebanyakan masyarakat lain di Kepulauan Riau atau juga yang ada di Malaysia dan Singapura. Warga yang sekarang tinggal di pulau Karas, awalnya dikenal dengan nama suku laut. Sebelum menempati pulau itu, selama berpuluh bahkan beratus-ratus tahun sebelumnya mereka lebih memilih tinggal di laut. Bersama-sampan-sampan kayu yang juga jadi sarana untuk mendapatkan mata pencaharian mereka sebagai nelayan.

Untuk saat ini, sebagian besarnya mulai direlokasi untuk menempati pulau tersebut melalui program pendirian rumah oleh pemerintah. Sebagian kecil tetap memilih hidup kembali di laut. Letaknya yang cukup jauh dari Batam, membuat interaksi untuk aktifitas ekonominya,  lebih condong ke Tanjungpinang, walau secara adminsitratif, pulau ini masuk dalam wilayah tata pemerintahan kota Batam.

Dukungan pemerintah untuk peningkatan taraf hidup masyarakat di sini sudah mulai terlihat dengan didirikannya juga sekolah negeri. Pemerintah kota Batam juga menggulirkan program bea siswa untuk anak-anak di Karas yang akan melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Harapannya, dengan pendidikan yang berhasil diraih, mereka bisa kembali atau ikut juga memikirkan tentang kemajuan masyarakat di pulau tersebut.

—————————————————–

PULAU PUTRI yang terletak di seberang perairan daerah yang disebut Nongsa di Batam, memang bukan kawasan berpenghuni tetap. Luasnya hanya sekitar 1 hektar. Tapi pulau ini menjadi penting karena terletak di wilayah terluar negara kita.

Ada mercusuar dan menara pemantau didirikan di sini. Tapi di hari-hari biasa, kawasan ini justru lebih dikenal sebagai salah satu lokasi wisata pantai yang cukup menarik untuk dikunjungi. Pasir di pantainya lumayan bersih. Dari lokasi itu, kita bisa melihat hilir mudiknya kapal-kapal besar mulai tanker, kargo dengan beraneka bendera melintasinya. Pandangan kita juga bebas memandang kota Singapura dengan gedung gedung pencakar langitnya. Kontras dengan suasana di sekitarnya yang terkesan masih lebih bersahaja.

Saya membayangkan, seandainya pulau itu hilang. Entah karena abrasi gelombang atau meningkatnya tinggi permukaan air laut. Ini bakal mempengaruhi batas terluar negara kita. Mungkin bakal menyusut jika harus dihitung ulang. Kondisinya bakal lebih parah jika kita melihat bagaimana gencarnya negara Singapura dalam melakukan proses reklamasi pantai mereka. Jangan-jangan, batas negara kita berkurang, sementara negara tetangga itu justru bertambah.

Mengingat pentingnya posisi pulau itu, beberapa upaya memang sedang digesa oleh pemerintah kita untuk mempertahankan keberadaan pulau Putri. Selain mendirikan menara pemantau di garis terdepan itu, upaya untuk mereklamasi agar tetap muncul di permukaan laut juga terus diupayakan. Proyeksi untuk menjadikannya sebagai salah satu destinasi wisata andalan di perbatasan negara juga mulai digarap saat ini.

Kepala dinas Pariwisata dan kebudayaan Batam, Yusfa Hendri  punya ide untuk menggarapnya lebih serius. Sama halnya dengan pulau Nipah yang menjadi pulau terluar lainnya di propinsi ini. Kata Yusfa, idenya mungkin bisa dibangun seperti prasasti atau plakat kenang-kenangan untuk para wisatawan. Tulisannya bisa seperti ini :

“Anda berada di batas terluar negara Republik Indonesia – Koordinat xxx` BT,  xxx’ BB, xxx’ LU dan xxx’ LS”

———————————————–

KABUPATEN LINGGA di Kepulauan Riau punya potensi Sumber Daya Alam yang bisa dikembangkan sebagai energi listrik. Beberapa waktu kemarin, kru saya ikut dalam perjalanan riset tim Bappeda Lingga untuk melihat potensi itu.

Air terjun Jelutung yang terletak di daerah Mentuda – Lingga punya potensi untuk dikembangkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Dengan 7 tingkatan air terjun dan ketinggian sekitar 50 meter, kecepatan debit air di sana diperkirakan mampu menggerakkan tiga buah turbin dengan kapasitas daya keluaran sekitar 3 Mega Watt.

Tapi, seperti di daerah Kepulauan Riau lainnya, infrastruktur menuju lokasi masih sangat minim. Dengan jarak sekitar 17 KM dari kota Daik Lingga, perjalanan menuju lokasi air terjun itu bisa memakan waktu dua hari untuk pulang pergi dan baru bisa dilakukan dengan berjalan kaki. Untuk mewujudkan potensi tersebut, yang pertama dilakukan adalah membuka akses menuju lokasi.

Bayangkan, jika potensi itu bisa diwujudkan. Kabupaten Lingga yang selama ini mengalami keterbatasan pasokan listrik karena hanya bergantung pada beberapa pembangkit diesel PLTD, bakal punya tambahan daya listrik. Dan, itu bisa dilakukan dengan menggunakan energi yang terus terbarukan.

Untuk mewujudkannya, memang perlu peran serta banyak pihak. Masyarakatnya juga perlu diberi pemahaman untuk sama-sama menjaga potensi ini. Misalnya dengan sosialisasi tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan di sekitar lokasi air terjun agar suplai debit airnya bisa terus seperti yang diharapkan.

———————————————–

UMUMNYA PROGRAM televisi, saya harus memunculkan objek spesifik yang diangkat. Saya pilih tokoh masyarakat, pejabat setempat dan juga kalangan profesional untuk bicara dalam program “Merangkai Pulau Merajut Merah Putih” ini. Mereka akan memaparkan tentang semangat kebangsaan, visi dan pandangan nasionalisme di era globalisasi seperti sekarang.  Pemaparan lain adalah yang bersifat positif dan sudah atau sedang dilakukan untuk peningkatan kesejahteraan bangsa.

Menurut saya, Problema yang terjadi pada bangsa ini, tidak melulu soal konflik politik, pencitraan, rebutan simpati antar parpol atau juga konflik hukum yang berkepanjangan. Ada hal-hal positif yang sebenarnya bisa diangkat dan menjadi wacana berpikir lain. Saya rasa, itu bisa membuat kita menjadi lebih bangga sebagai Indonesia yang besar.

Pada setiap akhir episode, ada sesi merajut kain merah dan putih dari para narasumber yang ditampilkan. Kain merah dan putih itu, seterusnya akan terus dirajut oleh narasumber lainnya di episode-episode berikutnya sehingga akhirnya menjadi bendera merah putih yang utuh.

Ini sebenarnya cuma simbol saja untuk menunjukkan tentang kebersamaan membangun bangsa. Jika kita melakukannya bersama-sama dan dengan sepenuh hati, saya yakin bangsa ini akan kembali menjadi bangsa yang besar.  (***)


Powered by Telkomsel BlackBerry®

No comments: