Monday, April 25, 2011

Tentang si plesetan Billboard


BERSAMA teman-teman, saya suka menyanyikan lagu Madu dan Racun atau Singkong dan Keju saat pulang mengaji malam-malam. Lagu yang luar biasa populer dan dinyanyikan oleh setiap orang pada pertengahan dekade 80-an. Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa.

Selain suka dan gampang dihapal, sebenarnya kami menyanyikan lagu itu untuk menghilangkan rasa takut saat harus melewati sebuah rumah besar yang memiliki pohon kamboja di depan halamannya. Bagi kami, kondisinya begitu menyeramkan saat malam. Belum lagi cerita tentang sejarah rumah itu yang katanya pernah menjadi tempat wanita gantung diri.

Saya punya jadwal mengaji mulai hari Senin sampai Sabtu. Sama seperti jadwal masuk sekolah. Saban hari juga saya harus melewati rumah besar itu karena letaknya berada di tengah-tengah perumahan. Sementara masjid tempat saya mengaji berada di ujungnya.

Pak Selamet guru mengaji saya, memberi jadwal mengaji untuk saya dan teman-teman setelah magrib dengan ketentuan sudah harus datang sebelumnya. Itu untuk memastikan kami melakukan tugas menimba air sumur untuk berwudhu dan melaksanan shalat Magrib berjamaah bersama. Proses mengaji dilakukan dalam rentang setelah Magrib hingga waktu Isya tiba. Biasanya kami pulang sekitar pukul 20.00 atau 20.30 WIB, tergantung bahan ajar yang disampaikan pak Selamet pada kami.

Waktu pulang mengaji adalah hal yang paling mendebarkan bagi saya setiap malam. Dan yang paling ‘krusial’, saya harus melewati rumah besar itu. Lagu Singkong dan Keju biasanya kami nyanyikan begitu keluar dari halaman masjid dan terus diulang-ulang bila baitnya habis, untuk memberi kesan ramai. Tapi seiring perjalananan pulang, yang menyanyikan lagu itu biasanya juga semakin berkurang. Saya termasuk kelompok terakhir yang menyanyikannya.

Maklum, letak rumah saya memang yang paling jauh dibanding teman-teman yang lain. Lagu riang itu memang cukup membantu saya menghilangkan rasa takut, walaupun harus dinyanyikan dengan gaya fast forward saat melintas di depan rumah besar itu :-) .

Itu sekitar tahun 1985 atau 1986, saya lupa persisnya. Pelantunnya grup musik Bill & Brod yang vokalisnya terlihat begitu keren di mata saya. Pakai topi pet dan kacamata hitam besar. Ia selalu bernyanyi dengan riang dan bersahabat seperti yang selalu saya dengar di radio RRI atau saksikan di stasiun TVRI. Saking riang dan bersahabat, saya sampai tidak sadar dengan lirik yang biasa saya nyanyikan itu sebenarnya belum cocok untuk anak seusia saya, saat itu.

—————***————–

Saya punya kebiasaan membeli kaset album lagu-lagu sejak masih kecil. Bukan dengan cara meminta ke orang tua. Saya biasanya menabung dari uang jajan harian. Hal yang sama juga dilakukan abang dan adik saya. Kami bertiga bersaudara memang pencinta musik sejak kecil :-) . sampai sekarang, koleksi kaset kami masih ada walaupun sudah tidak utuh lagi karena termakan usia.

Dulu, kami biasa membeli lagu apa saja asal kami suka. Biasanya kami membeli kaset setiap bulan saat tabungan uang jajan sudah terkumpul. Kaset yang dibeli bisa lagu anak-anak yang lagi populer saat itu, lagu pop Indonesia atau bahkan lagu barat. Kalau saya membeli album lagu dari artis A, abang saya akan membeli album lagu dari artis B dan adik saya membeli album lagu dari artis C. praktis, tiap bulan kami selalu punya tambahan koleksi tiga kaset album baru yang bisa kami dengarkan bersama-sama satu saudara.

Tahun 1987, Bill & Brod mengeluarkan album baru lagi. Itu Album mereka yang ketiga. Saya masih ingat judulnya ; kodok pun ikut bernyanyi. Lagu mereka dipromosikan gencar di TVRI dan memang cuma TVRI-lah satu-satunya stasiun tv di Indonesia saat itu. Saya ingin membeli albumnya, cuma sudah terlanjur janji dengan dua saudara saya untuk membeli album Rano Karno – Bukalah Kacamatamu :-P .

Karena tidak ingin ingkar janji, saya pengaruhi adik saya untuk membeli album Bill & Brod. Kebetulan saat itu, ia memang belum punya pilihan kaset yang akan dibeli . Saya memang suka dengan vocalisnya. Wajahnya selalu riang. Saya suka ia mengenakan topi pet dan kacamata besarnya itu.

Sepanjang karirnya bernyanyi bersama Bill & Brod, saya selalu melihat Ari Wibowo tampil dalam penampilan yang hampir selalu sama. Bertopi pet, kacamata hitam besar dan mengenakan kaus bermotif garis besar di kedua lengannya. Penampilan Ari wibowo yang beda, justru baru saya lihat hampir dua puluh tahun kemudian saat ia meninggal 14 April 2011 kemarin.

Karena penasaran dan kangen sudah lama tidak mendengar kabarnya, saya browshing apa saja tentang Ari Wibowo di internet. Hasilnya, saya menemukan beberapa foto Ari wibowo tanpa pet dan kacamata hitam besarnya itu dari beberapa blog. Itu foto-foto Ari Wibowo sebelum terkenal bersama Bill & Brod. Penampilan si vokalis riang itu ternyata benar-benar beda.





————–***—————-

Awalnya Bill & brod adalah Arie Wibowo, Nyong Anggoman, Rully Bachry, Wawan Konikos dan Kenny Damayanti. Mereka mulai tenar saat meluncurkan album pertama ; Madu dan Racun. Lagu itu sebenarnya bukan lagu baru. Tahun 1975 sempat dirilis oleh Prambors Vocal Group dengan judul Bingung. Sebelum bergabung dalam Bill & Brod, Ari Wibowo memang pernah tergabung dalam Prambors Vokal Group dan Topan Groups.

Ari bersama Bill & Brod-nya mengaransemen ulang dengan menirukan sedikit gaya The Art Company saat menyanyikan lagu Suzana. Ada tepuk tangan riuh di awal lagu seperti sedang menyanyi secara live. Konsep itu ternyata mampu menggebrak pasar yang saat itu banyak didominasi lagu-lagu karya Rinto Harahap, D’Loyd dan Eddy Silitonga yang lebih mendayu-dayu. Bill & Brod tampil dengan warna yang lebih segar dan terkesan bersahabat di telinga. Album pertamanya sukses besar dan mengejutkan karena terjual lebih dari satu juta kopi. Kesuksesan itu juga diikuti album-album berikutnya dan jadi trend setter bagi penyanyi-penyanyi lain untuk menyanyikan lagu serupa yang segar.

Dalam sebuah wawancara dengan sebuah kru stasiun televisi sebelum meninggal, Ari Wibowo pernah bilang bahwa Bill & Brod sebenarnya merupakan sebuah proyek yang awalnya dikerjakan iseng-iseng saja. Ia tidak pernah memprediksi albumnya meledak. Coba lihat saja nama grupnya, Bill & Brod. Itu merupakan plesetan dari sebuah label internasional yang sudah terkenal, Billboard. Proses pembuatan album pertamanya juga tergolong singkat, cuma seminggu.

Ari Wibowo sebelumnya bernama Sidosa. Ia juga sempat punya nama Masary sebelum benar-benar beken dengan nama Ari Wibowo. Ari merupakan salah satu pioneer penyanyi di Indonesia yang memperjuangkan sistem pembagian royalty untuk penjualan album lagunya. Pada dekade 80-an dan sebelumnya, pembagian keuntungan dari hasil penjualan album penyanyi di Indonesia biasa dilakukan atas dasar kesepakatan saja atau atas dasar kebijakan produser rekaman.

Saat pembuatan proyek Album Madu dan Racun yang digarapnya bersama Bill & Brod tahun 1985 silam, ia meminta kesepakatan tertulis tentang pembagian royalti dari setiap keping album yang nantinya bisa terjual bersama produser rekaman. Walau digarap iseng-iseng, ternyata ia tetap serius memikirkan yang satu ini. Permintaannya disetujui dan ternyata albumnya benar-benar meledak. Ari dan Bill & Brod menerima Rp 100 dari setiap album lagunya yang saat itu dijual seharga Rp 1.250,- per kaset. Total penjualan album pertamanya sendiri mencapai 1 juta kopi lebih. Konsep pembagian royalty itu, akhirnya diikuti oleh penyanyi-penyanyi dan label rekaman lain di Indonesia. (***)

No comments: