Wednesday, September 17, 2008

Spesialis Pesawat Baling-Baling

Sudah 15 tahun Feri Novara (38) menjalani profesinya sebagai pilot. Menjelajah wilayah udara di Nusantara dengan pesawat berbaling-baling. Kejadian menakutkan-pun dialaminya. Pernah terbang, mesinnya mati satu.

Suara desingan baling-baling pesawat Fokker 50 terdengar nyaring ditelinga. Tak lama kemudian Fokker 50 milik RAL-pun take off di Bandara Hang Nadim- Batam menuju Dabo Singkep membawa 38 penumpang. Sang pilot yang bertugas siang itu ternyata Feri Novara (38). Dia alumni Djuanda Flying School di Surabaya.

Hari itu, Feri Novara terbang bolak balik mengantar penumpang di rute-rute yang diterbangi RAL. ”Sejak pagi kita terbang, dari Jambi pukul 07.30, terus ke Batam, Natuna, Batam, Dabosingkep, Batam, Tanjung Pinang dan Pekanbaru,” kata Feri Novara.

Menghabiskan waktu di langit dengan menerbangkan pesawat sudah jadi kesehariannya. ”Kalau saya exciting dengan penerbangan. Dari dulu memang hobi terbang,” kata Feri. Tidak salah Feri Novara pun sudah 15 tahunan menjalani profesinya sebagai pilot. ”Gabung dengan RAL sih baru dua tahun. Sebelumnya di Pelita Air Service, pesawat carteran, juga di Indonesia Air Transport,” kata Feri saat ditemui Batam Pos ketika telah mendarat di Bandara Udara Dabo, Selasa (2/9).

Jenis pesawat yang diterbangkan Feri hampir semuanya berbaling-baling semua. ”Sejak dulu saya terbangkan pesawat seperti ini (Fokker50-red), banyak sih modelnya seperti pesawat Cassa 212,” katanya.

Meski sudah 15 tahun jadi pilot dan punya jam terbang 10 ribuan, tetap saja sebagai seorang pilot, Feri menuturkan harus mempelajari buku panduan untuk menerbangkan pesawat. Seperti sore itu saat saat Batam Pos menemuinya di dalam pesawat Fokker 50. Feri Novara bersama temannya yang bertugas sebagai First Officer,Bonifacius Wijayadi (65) tampak serius membaca buku Air Craft Operation Manual.

”Kami memang harus tetap baca ini (buku panduan). Setiap 6 bulan sekali ada ujian lagi,” kata Feri.

Bukan lantaran ujian saja seorang pilot wajib baca buku panduan, tapi utamanya demi keselamatan membawa para penumpang saat bertugas. ”Insyaallah, kalau kita berpegangan pada ini(buku panduan) dan sudah sesuai prosedur, kita bisa selamat. Tapi kalau masih juga terjadi kecelakaan, itu Kuasa Yang Di Atas, kita tidak bisa apa-apa,” tuturnya.

Tidak mudah menerbangkan pesawat. Selain harus menguasai secara teknik, juga dihadapkan pada kondisi alam di langit yang bisa membahayakan. ”Kayak kalau ada turbulance. Itu bisa bikin sayap pesawat patah,” katanya.

Terbang di udara juga bisa seperti di darat saat melawatii jalan berlubang. ”Itu bisa terjadi pas terbang saat cuaca buruk,” tambah First Officer, Bonifacius Wijayadi (65) yang saat itu disamping Feri Novara.

”Tidak gampang,” tambah Feri Novara kembali menegaskan tantangan profesi yang dijalaninya.

Selama jadi pilot, dia juga tidak luput dari kejadian terburuk. ”Tahun 2000 saya pernah terbang, mesinnya mati satu. Tapi bisa selamat,” kata Feri. Logikanya memang sangat menakutkan, kalau saat terbang mesin pesawatnya mati. Soalnya otomatis pesawat yang diterbangkan akan terjatuh. ”Gimana, kita di udara, tidak punya kaki. Mesin mati, ya kita jatuh,” katanya.

Saat-saat seperti itulah butuh tindakan tepat dan cepat dari sang pilot.”Kalau ada yang membahayakan saat terbang.Yang pertama-tama, dilakukan pilot adalah ambil sikap tenang dan cepat tanggap. Oh, ini keadaannya begini, saya harus cepat bertindak begini,” katanya.

Lima belas tahun menjadi pilot, Feri Novara sudah menjelajahi udara di Nusantara. Dari Papua, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, Sumatera, dan Kepri. Dari sekian wilayah udara di Nusantara, paling tersulit menerbangkan pesawat ke wilayah udara Matak. ”Di sana, kita menerbangkan pesawat di celah-celah gunung. Belum lagi tipikal cuacanya yang cepat berubah, Tapi tetap soal cuaca bisa kita prediksi,” katanya.

Menanggapi banyaknya kecelakaan pesawat belakangan Feri menuturkan setiap pilot pasti melakukan tindakan terbaik. Tapi bila masih terjadi kecelakaan hal itu kuasa Allah. Begitu juga saat terjadi keterlambatan dan penundaan jadwal penerbangan. Itu juga adalah hal terbaik. Seperti hari itu setelah RAL mendarat di Dabo Singkep. Semestinya RAL terbang lagi ke Batam setelah setengah jam di Dabo Singkep. Tapi di luar kuasa manusia, sore itu ternyata cuaca buruk terjadi di wilayah udara Batam.

Berkali-kali Feri Novara mendapat laporan keadaan cuaca disecarik kertas dari seorang petugas. Disitu tertera informasi cuaca Batam ‘Jarak pandangnya1200 meter, ada petir, Awan Terendah 300 meter. ”Tunggu dululah, (jangan terbang dulu-red),” kata Feri mengambil sikap usai menerima laporan cuaca di udara Batam yang ternyata kurang bagus.

Feri menuturkan dalam keadaan cuaca seperti ini pesawat tidak bisa diterbangkan sesuai aturannya . Untuk jarak pandang saja misalnya aturannya minimal harus 5 kilo. Terus jarak pandangnya minimal 1500 meter. Alhasil gara-gara cuaca buruk, hari itu Jadwal keberangkatan RAL dari Dabo Singkep ke Batam ditunda sekitar satu jam kemudian. Itu semua demi keselamatan semuanya. (andriani susilawati)

No comments: