Friday, January 23, 2009

Sampari Entreprise, Peserta Festival Tari Tingkat Dunia


Tak Jadi ke Suriname, Tampil di Batam dan Singapura

Genderang perang antar suku di Papua ditabuh. Mereka saling menghunus panah, menari sambil diiringi alat musik khas Papua, tifa, bambu dan tritan. Kisah perang yang dikemas dalam sendratari ‘Anak Perdamaian’ dimainkan oleh Sampari Entreprise asal Mimika Papua.

SUASANA
atrium Barat di Mega Mall Batam Centre berubah menjadi ramai ketika ada perang antar suku dari Papua pada Jumat (9/1). Tapi perang itu hanya sebuah sendratari yang dibawakan oleh Sampari Entreprise, peserta Festival Tari Tingkat Dunia di Suriname.

Belasan orang berpakaian khas Papua tampil heboh di sendratari berjudul Anak Perdamaian. ”Anak Perdamaian’ ini gambaran masyarakat Papua di masa lalu, banyak perampokan dan pertikaian antar suku sehingga jatuh korban dan terjadi kematian,” ujar Sam Koibur, MC acara yang mengartikan aksi panggung Sampari Entreprise pada ratusan pengunjung Mega Mall.

Kata Sam, ke dua suku yang bertikai itu akhirnya berdamai, setelah ada seorang anak. Anak itu adalah hasil buah cinta sepasang kekasih yang berasal dari dua suku yang berbeda yang menjalin kasih secara sembunyi-sembunyi. ”Itulah anak perdamaian. Sebagai gambaran Papua cinta damai dan aman,” ujar Sam, disambut tepuk tangan ratusan penonton.

Sebenarnya penampilan mereka di batam diluar perencanaan mereka. ”Kami sebenarnya akan tampil di festival tari tingkat dunia di Suriname, ” ujar Sam KoiburKetua rombongan Sampari Entreprise, didampingi istrinya Dr Rosaline Rumaseuw.

Mereka berangkat dari Papua sejak 26 Desember 2006. Setibanya di Jakarta baru mendapatkan informasi festival tari tingkat dunia di Suriname diundur. Dari semula Festival Tari Tingkat Dunia akan diadakan 31 Desember-1 Januari 2009, menjadi diundur ke 31 Januari 2009. ”Karena itu kami tak jadi ke Suriname, soalnya personel Sampari Entreprise sebagian besar berstatus pelajar, mereka harus masuk sekolah pada pertengahan Januari,” ujarnya.

Meski gagal tampil di Suriname, sebanyak 21 orang yang tergabung dalam Sampari Entreprise tak berkecil hati. Mereka akhirnya memutuskan untuk tampil di Jakarta dan tampil di Singapura. Setelah penampilan mereka di Singapura pada 7 Januari lalu dan akan pulang ke Papua, mereka singgah di Batam.

”Di Batam, kami ketemu keluarga-keluarga Papua, kamipun diminta tampil, dan dengan senang kami tampil di Mega Mall ini,” ujarnya. Tidak ada rasa kecewa meski mereka gagal tampil di Festival Tari Tingkat dunia di Suriname. ”Yang pertama kami tanamkan adalah kami bangga sebagai orang Papua. Segala persiapan yang kami buat bukan untuk harus tampil di Suriname, tapi bagaimana ada rasa kebanggaan jadi orang Papua, supaya orang di luar Papua mengenal Papua,” ujarnya.

Namun inti dari penampilan mereka adalah membawa pesan damai. ”Orang Papua cinta damai,” ujar Sam bersemangat. Seperti terlihat dari personel Sampari Entreprise terdiri dari beragam suku yaitu suku Papua, suku jawa, makasar, Manado, Arab, begitu juga dengan agamanya yang berlainan. Ada Protestan, Katolik dan Islam.
”Tapi mereka adalah orang Papua, karena mereka lahir dan besar di Papua,” ujarnya.

Kata Sam, berbicara Papua, sama artinya berbicara kemajemukan. Di Papua ada sekitar 250 suku, dengan 250 bahasa dan budaya yang berbeda. Mereka disatukan dengan bahasa Indonesia. ”Dengan adanya anak perdamaian, dan masuknya pengaruh luar, sekarang Papua aman dan cinta damai. Di Papua toleransinya sangat tinggi,” ujarnya.

Para personel Sampari Entreprise memiliki kemampuan dalam dunia seni. Ada yang punya kemampuan menari, menyanyi dan bermain musik. ”Kami disiapkan oleh pemerintah Kabupaten Mimika yang menjalin kemitraan dengan PT Freeport Indonesia untuk mempromosikan potensi budaya papua ke luar,” ujar Sam. (andriani susilawati)

No comments: