Sunday, August 2, 2015

Tentang Nusantara

ISLAM nusantara? Ah, tidak. Kami ISLAM saja. Tanpa embel-embel lain. Sama dg saudara- saudara yg lain dari penjuru dunia.

Kami yakin, keyakinan kami sama. bersumber dari HAL yang sama.  Yang membedakan, mungkin cuma asal kami. Kebetulan, kami lahir di bumi Nusantara. Wilayah ‘gemah ripah loh jinawi’ yg sekarang bernama Indonesia. Negara yg sekarang katanya memiliki jumlah umat Muslim terbanyak di dunia.

Di Nusantara ini, kami bahu membahu sesama warganya. Kami juga berhubungan baik dg saudara-saudara kami yg berbeda keyakinan.

Oh iya, di sini, kami memang bersaudara juga dg warga lain yg berbeda kepercayaan. Kami berusaha mengedepankan sikap saling menghormati dan bertoleransi. Sesekali, kadang memang ada gesekan. Ya begitulah, namanya saudara. Ada riak-riak dalam hubungan. Doakan kami agar selalu bisa menyelesaikannya dg jalan yg baik, ya.

—————–

DI rumah, babah kami lebih senang pakai sarung. Bukan gamis atau jubah. kata babah, itu kan soal budaya saja. Sama halnya saat babah lebih pilih pakai peci daripada sorban yg dililitkan di kepala saat ke masjid.

Dalam beberapa hal, kata babah, kita mungkin beda dg saudara muslim kita yg lain di luar nusantara. Tapi, bukan berarti Islam kita berbeda. Ini cuma karena asal kita yg  berbeda. Budaya yg melatari kita yg beda. Kita adalah muslim yg ada di Nusantara. Ya,  kalau mau disebut ringkas, kita ini Muslim Nusantara.

—————-

KATA babah, dalam beberapa hal, budaya itu dipengaruhi oleh pola kebiasaan dari kelompok-kelompok orang dalam menjalani hidup. Orang sekarang menyebut itu suku. Suku dan etnis itu kata babah, sesuatu hal yg terberi. Bukan yg bisa kita pilih.

Jadi, syukuri saja. Dalam kaitan dg keyakinan, kita sesuaikan pola kebiasaan dg kepercayaan yg kita yakini sehingga sejalan. Pada akhirnya, budaya menyesuaikan dg apa yg kita yakini.

—————–

DALAM darah kami, mengalir etnis Jawa, Sunda dan Tionghoa. Babah, seperti halnya kami, besar dalam lingkup budaya dan kebiasaan Melayu. Babah malah cukup lama mengenal dan berinteraksi dg budaya Bugis Selayar saat kecil dahulu. Punya Pakde yg beretnis Jawa dan berkeyakinan Islam, paman dan om yg beretnis Jawa Melayu yg juga Islam,  Batak yg berkeyakinan Protestan, Ambon dg keyakinan Katolik serta bersahabat baik dg rekan-rekannya asal Bali yg berkeyakinan Hindu.

Ya begitulah. Makanya, kami berdua diberi embel-embel nama akhir ‘Nusantara’. Salah satunya agar kami selalu ingat dg tanah tumpah darah kami.

Di zaman yg semakin terhubung ini, babah juga ingin agar kami tetap membawa identitas nusantara pada orang-orang yg mungkin nanti akan kami kenal di berbagai penjuru dunia. Ini identitas kami sebagai orang Nusantara dan sebagai Muslim yg berasal dari Nusantara.

Oh ya, maaf. Perkenalkan, nama saya Yodha Krakatau Nusantara dan adik saya, Yura Khatulistiwa Nusantara. (*)