Sunday, December 27, 2009

Wednesday, December 23, 2009

Kontradiksi Harry

KALAU DIA tidak menyebut panggilan kecilku, belum tentu aku bisa mengenalnya. Kulitnya memang masih sama legam. Kumis lebatnya juga masih tetap dipelihara minus cambang lebat yang dulu begitu kukenal. Tapi perawakan dan wajahnya begitu berbeda. Ia terlihat ringkih sekarang.

Dulu, aku cukup mengenalnya dengan sebutan om Aik. Pria Ambon yang begitu baik hati. Di keluarga kami, posisinya sudah seperti paman sendiri. Nama lengkapnya Harry Tahapary. Kami sekeluarga jadi begitu dekat karena kesamaan nasib. Sama-sama orang perantauan yang tinggal di lingkungan keluarga besar Direktorat Jenderal Perhubungan Udara di Bandara Kijang, Tanjung Pinang sekitar akhir tahun 70-an hingga pertengahan 80-an silam.

“Masih ngerokok om, ngopi ya”, tanyaku di pertemuan perdana setelah 25 tahun tidak pernah bertemu. Om Harry datang malam-malam di saat hujan lebat turun. Ia diantar sebuah mobil kenalannya.

“Om udah nggak ngerokok, teh aja deh”, jawabnya sambil tersenyum.

Uppss.. tidak merokok? Teh saja? Apa ini tidak salah? 25 tahun lalu om Harry adalah perokok berat. Kesenangannya Dji Sam Soe kretek, sama denganku sebelum akhirnya beralih ke merk lain 3 bulan terakhir karena alasan “lebih sadar kesehatan”. 25 tahun lalu juga, kopi adalah kegemarannya. Aku sampai hapal takarannya ;

4-5 sendok kopi untuk satu cangkir plus satu sendok kecil gula pasir!

Malam perdana pertemuan itu, kami ; aku, bapak dan om Harry terlibat obrolan panjang tentang memori masa lalu, bercerita panjang tentang kenangan…

*************

Om Harry Tahapary adalah seorang pegawai Badan Meteorology dan Geofisika. Kalau mengingatnya dulu, aku sering menyamakannya dengan bintang serial TV –Chips- Eric Estrada. Ya rambutnya, kulitnya, hingga penampilan kacamata rayban yang selalu jadi favorit untuk dikenakan.

Tampilannya selalu dandy. Dulu, ia suka mengenakan kemeja hem yang dibuka dua kancing teratasnya sehingga menampakkan bulu-bulu didada. Celananya model cutbray, khas seperti model retro di zaman sekarang. Om Harry yang kukenal dulu memang orang yang peduli penampilan, kecuali jika ia sedang tidak punya uang…

Ya, om Harry adalah sosok yang baik hati, tapi senang main judi. Favoritnya main kartu ceki di warung nasi mbah Harjo yang terletak di samping rumah dinas keluargaku. Kalau sudah main, ia betah berjam-jam bahkan sampai pagi. Entah sudah berapa kali ia dimarahi almh. Ibuku karena hobinya yang satu itu. Tapi, om Harry paling hanya tertawa dan kemudian mengulanginya lagi. Ia juga tipe playboy, senang berganti-ganti pacar. Tapi, biasanya setiap pacar om Harry selalu dikenalkan kepada keluargaku di rumah.

Di sisi lain, om Harry juga bisa sangat telaten menjaga dan menjadi teman mainku serta dua saudaraku yang lain di saat bapak dan ibu pergi berbelanja ke kota untuk membeli pesanan barang dagangan. Dulu, selain penghasilan sebagai PNS, bapak juga punya usaha sampingan lain. Berdagang produk-produk import dari Singapura. Barangnya bisa apa saja. Mulai pakaian, tas, hingga produk elektronik yang dikirimkan ke kota-kota lain di Indonesia via jasa penerbangan. Bapak menyebut aktifitasnya badegol, entah apa maksudnya. Sampai sekarang aku memang tidak pernah menanyakan artinya..

Oh ya, Om Harry yang kukenal juga merupakan teman main dan guru yang sangat baik. Ia mengajariku bagaimana cara menggambar, menulis dan berhitung. Saat malam, om Harry juga bisa menjadi pendongeng yang mengasyikkan. Ceritanya bisa apa saja, yang penting sukses membuatku tertidur nyenyak…

Kenangan lain yang masih melekat tentang om Harry adalah kebiasannya mengajak aku dan dua saudaraku untuk menikmati hidangan tahu goreng di daerah Kijang. Biasanya, seminggu sekali kami pasti ke sana. Berangkat sore sekitar pukul 4 dengan menempuh jarak perjalanan 15 kilometer menggunakan vespa milik bapak. Tujuannya cuma untuk menikmati hidangan tahu goreng. Kata om Harry, tahu goreng di sana adalah yang paling enak yang pernah ia temui di Bintan…

Tahun 1985, om Harry mendapat SK pindah tugas. Ia kemudian memberitahu kami sekeluarga dan mengatakan tidak mau pindah. Om Harry ingin tetap bersama-sama keluarga kami. Bapak marah, tapi kemudian menasehati om Harry dan mengatakan bahwa SK pindah itu adalah jalan kariernya, masa depannya. Om Harry menangis, ibu menangis. Aku dan saudara-saudaraku juga sedih. Aku yakin, bapak juga ikut sedih…

Tapi, keputusan tetap harus dijalani. Di suatu sore tahun 1985, aku, bapak, abangku –didid- dan adikku –pungky- mengantarkan kepergian om Harry di terminal bandara Kijang. Ibu tidak mau ikut karena tidak kuat melepas kepergiannya. Menjelang berangkat, om Harry menangis, meraung, memeluk kami semua, kemudian pergi tanpa menoleh lagi…

Itu saat terakhirku melihatnya. Kemudian om Harry seperti hilang dan tidak ada kabarnya lagi…

*********

Om Harry yang sekarang, duduk persis di depanku, disamping bapak. Rambutnya sudah tidak gondrong ikal seperti Eric Estrada lagi. Sudah lebih cepak dan menipis. Kumis lebatnya memang masih setia dipelihara, tapi sudah minus cambang lebat seperti yang dulu kukenal. Badannya mulai ringkih karena termakan usia. Sekarang umurnya memang sudah mulai senja, 53 tahun…

Ia mengabarkan telah memiliki keluarga, bukan lagi playboy yang suka ganti-ganti pasangan. Anaknya dua, yang paling besar sudah SMP. Ia kini bertugas di kantor pusat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika di jalan Angkasa Kemayoran, Jakarta. Mungkin, ini jadi tahun-tahun terakhirnya sebelum benar-benar pensiun 3 tahun lagi. Katanya, bukan hanya kopi dan rokok. Banyak kebiasaan jelek lainnya yang sudah lama ditinggalkan.

Saat berbicara, suaranya sudah tidak selantang dulu. Lebih sering terdengar getaran. Aku tidak tahu kenapa, mungkin ada penyakit yang diderita. Setiap menatapku, kulihat wajah om Harry juga sering berkaca-kaca. Beberapa kali ia mencoba menggali kembali kenangan masa lalu kami, saat aku kecil bersamanya…

“Kamu pernah hampir mati karena bergelantungan di belakang vespa yang sedang om bawa. Demi Tuhan, om nggak tau kamu mau ikut dan om sama sekali nggak ngeliat kamu ada di belakang sampai bapak yang memberi tau”, om Harry memunculkan satu memori kenangannya tentang aku dan aku hanya tersenyum kecil.

Rentang waktu itu rasanya begitu pendek. aku seperti masih berada di masa 25 tahun lalu. Otakku juga masih terus menggali-gali sosok om Harry yang kukenal dulu. Sosok kontradiksi tapi begitu membekas di hati. Tapi akhirnya disinilah aku, di depan sosok om Harry yang sekarang. Rentang waktu memang telah membuat kami banyak berubah, tapi tidak dengan ikatan batin diantara kami…

Malam itu, kami bertiga meneruskan ngobrol sampai lewat tengah malam. Hingga akhirnya mata kami lelah dan perlu beristirahat. Bapak sebenarnya sudah menyiapkan kamar untuk om Harry, tapi ia lebih memilih tidur di ruang TV, sama seperti kebiasaannya di rumah kami 25 tahun yang lalu. (***)

… 22 Desember 2009 …

Wednesday, December 16, 2009

Menyulap Ban Lori Bekas Jadi kursi Taman


BAN LORI bekas bisa menjadi kursi taman ditangan kreatif M Tahir (40). Pria asal Medan ini sukses meraih jutaan rupiah dari penjualan kursi-kursi berbahan ban lori bekas.

Usaha kursi dari bahan ban lori bekas milik M Tahir diberi nama Mandiri Tondi. Lokasinya di samping perumahan Koperari Karyawan PLN Batam Centre. Untuk jadi sebuah kursi, ban lori dipotong dengan teknik pemotongan melingkar tanpa putus. Satu ban lori bisa menjadi tali ban sepanjang 33 meteran.

Tali-tali ban kemudian dianyam menjadi sebuah kursi taman bunga, kursi kolam renang, dan kursi teras rumah. Menurut M Tahir, awalnya tahun 2004 hanya usaha tali ban yang dijual ke pembuat kursi sofa berbahan kayu dan kain. Lumayan menguntungkan, soalnya ban bekas masih gratis saat itu. Usaha tali ban kemudian dikembangkan menjadi usaha pembuatan kursi di tahun 2007. Ide buat kursi ini terinpirasi dari pembuatan kursi ban di Jawa Barat. Dulunya M Tahir pernah bekerja buat kursi dari ban.

”Setahu saya, sekarang ini, usaha pembuatan kursi ini cuma saya satu-satunya di Batam,” kata M Tahir, kepada Batam Pos, Kamis (3/12).

Kursi dari ban lori bekas punya banyak kelebihan. Di antaranya tahan meski kepanasan dan kehujanan, unik dan mudah dibersihkan dengan cukup disiram air saja.

Omset Rp12 Juta Per Bulan

Kursi ban lori banyak peminatnya. Terbukti setiap bulan, bisa terjual 30 set kursi (satu set kursi terdiri dari dua kursi satu meja). Satu set dijual dengan harga Rp400 ribu. Ini artinya dalam satu bulan M Tahir bisa mengantongi uang Rp12 jutaan. ”Pembelinya tak hanya masyarakat biasa. Hotel Golden View juga memesan 40 set kursi kolam renang dan taman,” ujar M Tahir berbangga hati.

Ia mengambil ban bekas dari 20 perusahaan besar di semua Batam. ”Saya beli ban lori bekas ukuran 1020 dengan harga Rp10 ribu dan ban lori ukuran 825 dengan harga Rp5 ribu,”katanya.

Sekarang M Tahir sudah memiliki truk untuk mengambil ban-ban lori dan mengantar kursi kepada pemesannya. Truk itu dia beli dengan cara kredit selama satu tahun. Dulu serba sendiri, sekarang dibantu lima orang karyawan. (andriani susilawati)

Merintis Usaha Bermodal Brosur

SEKARANG KEADAAN sudah serba enak. Daru Widodo memiliki ruko tempat usaha, punya rumah, dan punya kendaraan. Ini berbanding terbalik dengan saat Daru merintis usahanya sembilan tahun lalu.”Dulu saya sengsara mbak,”ujar Daru Widodo saat ditemui di tokonya di Ruko Taman Lakota, Blok E nomor 5, Batam Centre. Dulu, untuk memulai usaha ia nekad walau hanya bermodal menyebarkan brosur saja.

Tahun 2000, Daru datang mencari pekerjaan ke Batam usai tamat kuliah di ITN Malang. Dengan berbekal uang Rp150 ribu, Ia nekad ke Batam sendirian dengan kapal laut. Sialnya dalam perjalanan di kapal itu, justru dompetnya dicopet. Jadilah bekal uang, SIM, dan KTP hilang semua.

Begitu tiba di Batam, Daru benar-benar dibuat pusing. Tidak ada uang, tak ada identitas. Belum lagi desakan kebutuhan perut gara-gara seharian tak makan. ”Saat itu yang terpikir oleh saya. Pokoknya saya asal dikasih makan, saya mau kerja apa saja,” ujar Daru Widodo.

Beruntung sebuah rumah makan yang menjadi bagian dari Penginapan Kusuma Jawa di daerah Pelita mau menerimanya bekerja. Di rumah makan itu, Daru mau mencuci piring, asalkan dikasih makan. Ia menjadi tukang cuci piring di rumah makan itu sampai 6 bulan. “Saya mau jadi tukang cuci piring karena sudah tidak ada pilihan,” kata Pria asal Temanggung Jawa Timur.

Sembari bekerja sebagai tukang cuci piring, Daru mencoba mengirimkan lamaran ke beberapa perusahaan. Tak lama setelah itu, keberuntungan mulai menyapanya. Daru akhirnya diterima bekerja di perusahaan yang memproduksi fiber di Kawasan Industri Kara Batam Centre. Di perusahaan itu, Daru menjabat supervisor dengan upah yang berlipat-lipat daripada bekerja menjadi tukang cuci piring. ”Saya merasa waktu itu, wah, kayaknya sudah ada perubahan,”ujar Daru senang.

Untuk tempat tinggal, Daru memutuskan kos di perumahan Citra Batam. Begitu bekerja, muncul keinginan Daru untuk memiliki sepeda motor. Daru mencari ide untuk mendapatkan uang muka membeli sepeda motor. Saking ingin sekali punya motor, ia memutuskan pulang pergi dari Citra Batam ke Kara Industri berjalan kaki. Akhirnya usai tiga bulan berjalan kaki, Daru berhasil mengumpulkan uang Rp3 juta untuk uang muka beli motor yang diimpikannya.

Meski sudah punya penghasil tetap Daru Widodo yang terbiasa ulet, kerja keras mencari uang tambahan. Motor yang dibelinya, Ia gunakan untuk berjualan kacang telur. ”Saya suruh orang saja buat kacang telur. Terus saya jual dengan dititip ke kaki lima. Dulu pedagang kaki lima banyak. Ada sekitar 150 kaki lima yang saya titip kacang telur,” katanya.

Setiap hari seusai pulang kerja, Darupun berkeliling menitipkan kacang telur dan mengambil keuntungan dari hasil penjualan kacang telur di setiap pedagang kaki lima. Biarpun usahanya kecil-kecilan, ternyata hasil penjualan kacang telur di kaki lima lumayan menguntungkan. Setiap hari saja, dari satu warung untungnya Rp2.000. Artinya kalau ada 20 warung berarti untungnya Rp40.000. Bisa dihitung keuntungan cukup besar, soalnya Ia menitipkan kacang telurnya di 150 kaki lima yang ada di Batam Centre, Nagoya Jodoh, Sekupang dan daerah Batam lainnya.

Usaha jualan kacang telur lenyap, seiring dengan makin berkurannya kaki lima karena pedagang-pedagang kaki lima ditertibkan oleh pemerintah. Saat itulah usaha kacang telur tutup. ”Ya hilang kacang telurnya. Tapi saya sudah untung,” ujarnya.

Akhirnya Punya Bengkel Teralis Sendiri

KEADAAN Daru berubah menjadi lebih baik setelah menikahi gadis bernama Laily Masruhah. Mereka berdua akhirnya membeli rumah di KDA, lalu membuka usaha wartel di rumahnya. Usaha inipun lumayan menghasilkan di masa itu.

Setelah usaha wartelnya tutup. Daru mencari bisnis lain dan ketemulah bisnis dengan prospek cerah yaitu bisnis pembuatan teralis. Perumahan padat di Batam Centre merupakan pangsa pasar besar. Iapun segera mewujudkannya. Karena Daru yang tak bisa membuat teralis secara teknis, maka ia menyuruh orang lain untuk membuat teralis.

Waktu itu Daru hanya membuat brosur sederhana dari kertas kuarto. Di brosur itu, ia menuliskan Maharani menerima pembuatan terlaris. Lalu diberi gambar teralis sederhana dari komputer. Lima ratus (500) lembar brosur disebarkan ke beberapa perumahan. ”Sebelum pergi bekerja, saya pagi-pagi keliling ke rumah-rumah. Saya selipin brosur di bawah pintu,” katanya.

Baginya, untuk menawarkan jasa teralis tak perlu memakai contoh-contoh foto teralis. Selain karena baru merintis, menawarkan brosur dengan foto aneka teralis tidak memungkinkan bagi Daru. ”Saya tak percaya kalau mau usaha itu harus pakai modal dulu. Tanpa modalpun kita sebenarnya bisa memulai usaha. Saya buka usaha teralis tak pakai modal, hanya modal brosur,” ujar Daru.

Menurutnya usaha itu harus pelan-pelan. Justru dengan pelan-pelan itu kita menjadi tahu kelemahan usaha yang sedang dijalankan. Kalau usaha dimulai dengan modal, usaha itu juga belum tentu sukses dan berjalan. Usai menyebar brosur, besok harinya, seseorang menelponnya dan itulah pesanan teralis perdananya. Daru menerapkan sistem uang muka 30 persen pada pelanggannya itu. Untuk mengerjakan teralis pesanan konsumennya, Daru mendatangi jasa pembuatan teralis lain untuk mengerjakannya yang sebelumnya telah dilobi untuk bekerjasama dengannya.

Kondisi seperti itu berjalan hanya lima bulan saja. Pasalnya pelanggannya kian banyak, tapi teralis yang diorderkan dan di-sub ke jasa pembuatan teralis lain rupanya tidak selesai dalam tempo yang dijanjikan ke pelanggan. ‘”Saya jadi banyak dikomplen. Ya sudah, akhirnya saya putuskan untuk dikerjakan sendiri. Saya ajak dua orang yang saya kenal dan bisa buat teralis. Saya bilang, ayolah ikut dengan saya untuk membuat teralis. Dan mereka mau,” cerita Daru.

Ia sendiri, sampai sekarang secara teknik tak mengerti pembuatan teralis. Untuk mengerjakan teralis-teralis itu, Daru menyewa sebuah rumah di BidaAsri I, sementara kantor usaha jasa pembuatan teralis tetap dijalankan dari rumahnya di KDA. Perlahan-lahan pelanggannyapun kian banyak seiring dengan upaya pelayanan terbaik dalam pembuatan teralis di Maharani. Salah satunya soal waktu pengerjakan teralis, Daru berupaya selalu tepat waktu sesuai dengan yang dijanjikan. Sekarang karyawannya pun tak lagi dua, tapi sudah tujuh orang karyawan. Kalau order sedang banyak, tenaga borongan makin banyak. Usahanya makin maju, niat Daru untuk keluar dari perusahaannya semakin kuat. ”Saya merasa, kerja di perusahaan itu, rasanya kok nggak maju-maju,” ujarnya.

Akhirnya ia memutuskan keluar dari perusahaan setelah bekerja hampir 4 tahunan. Tak lama setelah Daru keluar, ternyata perusahaan tempat bekerja itu bangkrut. (andriani susilawati)

Sejuknya Rezeki Penghijauan

DUA PULUH RIBUAN bibit pohon mahoni, jati, jabon, dan cokelat terlihat berjajar rapi di salah satu sudut halaman Ruko Taman Buana Indah, Sei Panas-Batam. Di bagian tengah bibit-bibit pohon itu, ada papan tulisan Taman Pembibitan Batam Green City yang ditancapkan di sebuah pohon. Di situlah Beidessy Tri Aji (35) menyemai puluhan ribu bibit pohon penunjang usaha program penghijauan miliknya.

“Usaha yang saya jalankan berbeda dengan usaha nursery. Yang saya jalankan program penghijauan. Kalau nursery jual tanamannya, maka Taman Pembibitan saya, tidak menjual bibit pohon,” kata Beidessy Tri Aji(35) kepada Batam Pos, Selasa (25/8).

Aji menuturkan secara teknis, usaha yang dijalankan Aji ini menyodorkan proposal program penghijauan kepada perusahaan-perusahaan industri di Kepri, developer, pemerintah provinsi, pemerintah kota/kabupaten dan pihak-pihak yang peduli lingkungan melalui program penghijauan di Provinsi Kepulauan Riau. “Istilahnya bukan membeli atau membayar, tapi sumbangan untuk merealisasikan program penghijauan,” katanya.

Setelah sumbangan itu diterima Aji, kemudian langsung menanam ribuan pohon di lahan yang telah ditunjuk untuk dihijaukan.

Saat pertama kali menjalankan usaha program penghijauan Aji hanya mengeluarkan modal untuk pembelian tanah hitam Rp300 ribu dan Rp300 ribu untuk 3500 polibek dan untuk pembelian 3500 bibit pohon. Modal itu dia keluarkan setelah proposal program penghijauan yang diajukan diterima. Ajipun kemudian menanam pohon di Batamindo, Bandara Hang Nadim, Batam Centre, gunung Bintan dan lainnya. ”Saya targetnya satu tahun 1 juta pohon yang saya tanam,” ujarnya.

Untuk menjalankan usaha program penghijauan Aji dibantu beberapa orang. Saat pembibitan ada empat orang yang membantunya. Mereka bertugas merawat (menyiram, mencabut rumput, dan memberi pupuk). Seperti saat ini, ada 12 ribu pohon mahoni, 3000 pohon jati, 2000 pohon sengon, 1000 pohon johar, 1000 pohon jabon dan 1000 pohon cokelat yang semuanya dirawat.

Untuk menghemat pengeluaran biaya selama perawatan bibit pohon penghijauan, Aji memanfaatkan air selokan dipinggir jalan Sei Panas untuk menyirami bibit-bibit pohon itu. ”Wah kalau siramnya pakai air ATB, biayanya bisa besar mbak,” ujarnya.

Perawatan ribuan bibit-bibit pohon itu dilakukan sampai sekitar 6 bulanan. Setelah itu sudah siap ditanam. Saat penanaman di lahan gersang, Aji mengajak enam orang tenaga inti dan ratusan tenaga sukarelawan dari masyarakat sekitar. Tenaga yang ada dibagi ke dalam beberapa pekerjaan yaitu meletakan pohon, mencangkul tanah, menanam dan merawat pohon selama 6 bulan.

”Kita menjamin pohon yang kita tanam hidup, tumbuh besar dan hijau. Jika ada pohon yang tidak tumbuh, maka pohon yang mati harus diganti dengan pohon baru,” katanya

***

Usaha Burger Tidak Hoki

PERJALANAN jatuh bangun membangun usaha pernah dilalui Beidessy Tri Aji. Pria ini pernah berkali-kali mencari peruntungan dengan membuka berbagai usaha. Di antaranya usaha sablon, hingga bisnis makanan yaitu jualan burger di sebuah Pujasera di Batam.”Banyak mbak usahanya, jualan Burger pernah, tapi gagal, ” ujar Aji.

Aji mengaku kegagalannya dalam usahanya tersebut bukan karena tak seriusnya menjalankan usaha atau faktor kepintaran. Tapi gagal karena memang bukan bernasib di usaha yang berbagai macam itu. ”Saya memang menyukai petualangan, jadi memang cocok dengan usaha program penghijauan ini. Saya pernah menanam pohon di gunung Bintan,” tambahnya.

Aji asal Jakarta ini juga pernah bekerja di kapal pesiar Cruise Ship Carousel selama dua tahun dibagian hause keeping.”Saya lulusan pariwisata di Bandung,” katanya

Selama bekerja di kapal pesiar itu, Ajipun keliling dunia termasuk keliling Eropa, ke Napoli, Sisilia, Roma, dan Italia. Upahnya memang lumayan besar, tapi sayang waktu itu, uang yang didapatkan habis untuk berpoya-poya. Aji juga pernah bekerja menjadi marketing di beberapa media cetak di Batam. ”Saya pernah membuat majalah, tapi gagal,” katanya. (andriani susilawati)

I Got a Name

Like the pine trees linin’ the windin’ road
I’ve got a name, I’ve got a name
Like the singin’ bird and the croakin’ toad
I’ve got a name, I’ve got a name
And I carry it with me like my daddy did
But I’m livin’ the dream that he kept hid
Movin’ me down the highway
Rollin’ me down the highway
Movin’ ahead so life won’t pass me by

Like the north wind whistlin’ down the sky
I’ve got a song, I’ve got a song
Like the whippoorwill and the baby’s cry
I’ve got a song, I’ve got a song
And I carry it with me and I sing it loud
If it gets me nowhere, I’ll go there proud
Movin’ me down the highway
Rollin’ me down the highway
Movin’ ahead so life won’t pass me by

And I’m gonna go there free
Like the fool I am and I’ll always be
I’ve got a dream, I’ve got a dream
They can change their minds but they can’t change me
I’ve got a dream, I’ve got a dream
Oh, I know I could share it if you want me to
If you’re going my way, I’ll go with you
Movin’ me down the highway
Rollin’ me down the highway
Movin’ ahead so life won’t pass me by

by : JIM CROCE…

Surat Cinta untuk Masa Depan


COBA BAYANGKAN, anda bisa menulis surat cinta untuk generasi masa depan. Apa yang akan anda katakan? Sedikit untuk renungan, generasi masa depan kita akan hidup dengan konsekuensi dari tindakan yang kita ambil atau yang tidak kita lakukan saat ini. Ini tentang perubahan iklim…

Saya misalkan anda memang ingin mengirim sebuah surat pesan untuk anak cucu di masa yang akan datang. Kira-kira apa yang akan anda tuliskan ; harapan dan inspirasi atau mungkin sebuah penyesalan? Saya tidak sedang berandai-andai untuk mengajak anda menulis pesan untuk masa depan. Ini adalah sesuatu hal yang sangat mungkin.

Saat ini, sebuah “Kapsul Waktu” telah dibangun secara permanen di kota Kopenhagen, Denmark. “Kapsul Waktu” itu akan diluncurkan dalam KTT Iklim PBB Desember 2009 ini. Fungsinya untuk menyimpan surat cinta dari generasi saat ini hingga dibuka nanti oleh generasi masa depan. Baik itu berupa teks, gambar, video atau media lain yang menggunakan teknologi. Para ahli sendiri memperkirakan kapsul waktu tersebut dapat bertahan selama kira-kira lima ratus tahun!

Apa sebenarnya fungsi “Kapsul Waktu” itu selain untuk menyimpan harapan, keinginan atau bahkan mungkin penyesalan kita tentang kondisi bumi saat ini? Saya berandai-andai, “Kapsul Waktu” itu hanya perlambangan tentang kondisi saat ini dari kacamata masing-masing kita, sekaligus juga menjadi trigger (pemicu) tentang bayangan bumi di mata kita saat mendatang. Kita yang punya harapan bahwa bumi bakal memiliki kondisi yang lebih baik dari sekarang, diharapkan bisa terpacu untuk mau berperan secara nyata menjaga kelestariannya. Ini sebenarnya sama seperti saat kita membayangkan ada sebuah pohon yang rindang menaungi rumah tinggal kita 20 tahun yang akan datang. Untuk mewujudkan harapan itu, tentu kita harus mau memulainya dengan menanam, menjaga dan merawat bibit pohon itu hingga menjadi besar dan rindang.

*********

David Takayoshi Suzuki, seorang Jepang berkewarganegaraan Kanada yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk menjadi aktifis lingkungan mengatakan ;

“… masing-masing kita dapat menulis surat cinta untuk masa depan dan membayangkan seandainya kita bisa berkomunikasi langsung dengan anak cucu kita di masa yang akan datang. Dengan melihat kondisi bumi kita sekarang, apa yang akan kita katakan pada mereka dan apa upaya yang sudah kita lakukan utuk membuat bumi ini tetap layak mereka huni?”

David adalah seorang pria tua berusia 73 tahun, lahir pada 24 maret 1936. Selain sebagai aktivis lingkungan, Sejak pertengahan 1970-an, ia juga telah dikenal karena serial TV dan radio yang dibawakannya di kanada. David juga menerbitkan banyak buku tentang tentang alam dan lingkungan. Salah satu program majalah ilmiah televisi-nya yang populer adalah yang disiarkan stasiun CBC, The Nature of Things.

Aktifitas di bidang lingkungan dari pria ini makin meningkat tahun 1990 saat ia mendirikan yayasan David Suzuki. Misi yayasan ini adalah berupaya mencari cara dan formula agar masyarakat bisa hidup seimbang dengan alam. Prioritasnya lebih ditekankan di bidang kelautan, perubahan iklim serta mengupayakan penggunaan energi yang bersih dan bisa terus terbarukan. Dalam beberapa tahun terakhir, ia juga menjadi juru bicara yang vokal memperjuangkan bumi dari dampak perubahan iklim.
Suzuki dengan tegas menyatakan bahwa perubahan iklim adalah sangat nyata. Bukti yang tak terbantahkan dari seluruh dunia adalah peristiwa perubahan cuaca yang ekstrim, catatan suhu yang berubah dengan cepat, mundurnya gletser, dan kenaikan permukaan air laut di banyak perairan dunia. Semuanya itu menunjukkan fakta perubahan iklim yang terjadi saat ini dan sudah berada pada tingkat yang lebih cepat daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Dalam upaya kampanye menjadikan bumi sebagai tempat yang lebih layak untuk dihuni, Suzuki juga berbenturan dengan kelompok lain yang ia sebut sebagai kelompok skeptis. Kata Suzuki, kelompok skeptis adalah kelompok yang tidak mempercayai adanya perubahan iklim dan menyatakan bahwa manusia tidak punya andil dalam perubahan tersebut. Suzuki bahkan menuding kalangan skeptis menerima aliran dana yang signifikan dari sejumlah perusahaan pertambangan dan perminyakan dunia.

Suzuki adalah orang yang sangat cinta dengan lingkungan. Di usia yang bisa dikatakan tidak muda lagi, ia juga masih terus menelurkan ide-ide untuk mengupayakan agar masyarakat bisa hidup selaras dengan alam. Program “Kapsul Waktu” yang dibangun di Kopenhagen merupakan bagian dari buah karyanya juga.

*********

Sekali lagi, menurut saya program kapsul waktu ini sebenarnya hanya sekedar trigger untuk memacu kita untuk mau berbuat lebih baik lagi untuk alam yang kita diami, untuk warisan yang kelak juga akan ditinggali oleh anak cucu kita. Kita tentu menginginkan anak cucu kita nanti bisa hidup dalam suasana alam yang lebih baik dari kita saat ini, bukan sebaliknya..

Walau menganjurkan masyarakat bumi untuk ikut berpartisipasi dalam menuliskan surat cinta untuk masa depan, Program “Kapsul Waktu” yang dibuat di Kopenhagen tentunya punya keterbatasan tempat. Pengelolanya memberi kuota hanya 100 pesan terpilih yang bakal ditampung di dalamnya untuk kemudian bisa dibaca generasi mendatang seratus tahun dari saat ini. Untuk jelasnya, anda bisa langsung saja kunjungi situsnya : www.loveletterstothefuture.com. 100 pesan terpilih yang akan ditampung dalam “Kapsul Waktu” ditentukan sendiri oleh pengunjung dengan cara memvoting-nya. untuk masa depan dunia yang hijau dan damai, tidak ada salahnya kita berpartisipasi. (***)